Linda Puspita
Pendahuluan
Salah satu faktor keberhasilan suatu pembelajaran ditentukan oleh pen-dekatan dan metode yang digunakan oleh seorang guru. Banyak pendekatan dan metode pembelajaran yang dapat digunakan. Dalam kaitan ini guru harus cermat dalam memilih pendekatan dan metode mana yang cocok digunakan untuk lingkungannya.
Pokok pembicaraan dalam Unit 2 ini adalah pendekatan dan metode pem-belajaran bahasa di SD. Pendekatan-pendekatan tersebut adalah pendekatan tuju-an, pendekatan struktural, pendekatan keterampilan proses, dan pendekatan whole language, sedangkan metode yang dibahas adalah metode eja, metode suku kata dan metode kata, metode global, dan metode SAS. Topik-topik tersebut sengaja dibahas karena sangat berkaitan dengan prinsip-prinsip dasar pembelajaran bahasa Indonesia yang diuraikan dalam Unit 1.
Unit 2 ini terdiri atas dua subunit. Pada Subunit 1 akan dibahas beberapa pendekatan dalam pembelajaran bahasa Indonesia, dalam Subunit 2 dibahas beberapa metode dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SD.
Setelah mempelajari Unit 2 ini Anda diharapkan dapat menjelaskan dan mengidentifikasi pendekatan dan metode dalam pembelajaran bahasa Indonsia di SD.
Mengingat besarnya manfaat yang dapat dipetik, maka perhatikanlah saran-saran yang dapat mempermudah dalam memahami unit ini.
1.
Ketika mempelajari unit ini, kaitkan dengan pengalaman Anda dalam pembelajaran yang dilakukan di sekolah.
2.
Bacalah setiap subunit dengan cermat, sampai paham betul. Jika diperlukan buatlah catatan kecil untuk menulis hal-hal yang dianggap penting.
3.
Sebagai mahasiswa program jarak jauh, Anda dituntut untuk dapat menilai sendiri kemampuan diri dengan jujur. Untuk itu, setelah mempelajari topik demi topik atau keseluruhan isi setiap subunit, kerjakan latihan-latihan dan tes formatif yang terdapat pada setiap subunit. Untuk melihat hasilnya, silakan lihat petunjuk atau rambu-rambu pengerjaan latihan dan kunci tes formaif yang terdapat pada akhir unit ini. Anda akan mengetahui sendiri seberapa tingkat penguasaan Anda terhadap materi unit yang telah dipelajari.
Unit 2
Selamat Belajar! Semoga Sukses!
Subunit 1
Pendekatan dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
Sekolah Dasar
audara, dalam subunit 1 ini Anda dapat menikmati sajian materi yang berkaitan dengan profesi Anda sebagai guru bahasa Indonesia di SD. Kajian ini merupakan landasan pijak dalam melaksanakan pengajaran bahasa, termasuk bahasa Indonesia.
Pendekatan yang telah lama diterapkan dalam pembelajaran bahasa adalah antara lain pendekatan tujuan, pendekatan struktural, dan pendekatan keterampilan proses. Kemudian menyusul pendekatan-pendekatan yang dipandang lebih sesuai dengan hakikat dan fungsi bahasa, yakni pendekatan whole language, pendekatan komunikatif, pendekatan kontekstual, dan pendekatan terpadu. Dalam subunit 1 ini akan dibahas pendekatan tujuan, pendekatan struktural, pendekatan keterampilan proses, dan pendekatan whole language. Pendekatan komunikatif dan pendekatan kontekstual akan dibahas pada unit 4. Untuk memudahkan memahami isi subunit 1 ini, sebaiknya Anda mempelajari dahulu pengertian pendekatan
Pengertian Pendekatan
Pada umumnya kata approach diartikan pendekatan. Dalam pengajaran, kata ini lebih tepat diartikan a way of beginning something. Jadi, kalau diterjemahkan, approach adalah cara memulai sesuatu. Dalam hal ini, yaitu cara memulai pengajaran bahasa. Lebih luas lagi, approach adalah seperangkat asumsi tentang hakikat bahasa, pengajaran bahasa dan proses belajar bahasa.
Berbagai asumsi yang terdapat dalam bahasa yang dikemukakan Ramelan (dalam Zuchdi 1996: 29) mengutip Anthony yang mengatakan bahwa pendekatan ini mengacu pada seperangkat asumsi yang saling berkaitan, dan berhubungan dengan sifat bahasa, serta pengajaran bahasa. Pendekatan merupakan dasar teoretis untuk suatu metode. Asumsi tentang bahasa bermacam-macam, antara lain asumsi yang menganggap bahasa sebagai kebiasaan; ada pula yang menganggap bahasa sebagai suatu sistem komunikasi yang pada dasarnya dilisankan; dan ada lagi yang menganggap bahasa sebagai seperangkat kaidah.
Asumsi-asumsi tersebut di atas menimbulkan pendekatan-pendekatan yang berbeda, yakni:
1.
pendekatan yang mendasari pendapat bahwa belajar berbahasa, berarti berusaha membiasakan diri menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Te-kanannya pada pembiasaan;
2.
pendekatan yang mendasari pendapat bahwa belajar berbahasa, berarti berusaha untuk memperoleh kemampuan berkomunikasi secara lisan. Tekanan pembelajarannya pada pemerolehan kemampuan berbicara;
3.
pendekatan yang mendasari pendapat bahwa pembelajaran bahasa, yang harus diutamakan ialah pemahaman akan kaidah-kaidah yang mendasari ujaran. Tekan pembelajarannya pada aspek kognitif bahasa, bukan pada kemampuan menggunakan bahasa.
Berdasarkan asumsi-asumsi itulah muncul pendekatan pengajaran yang dianggap cocok bagi asumsi-asumsi tersebut. Asumsi terhadap bahasa sebagai alat komunikasi dan bahwa belajar bahasa yang terpenting adalah melalui komunikasi, maka lahirlah pendekatan komunikatif
Asumsi yang berbeda, akan menimbulkan pendekatan yang berbeda. Dari asumsi-asumsi pandangan behaviorisme misalnya, maka muncul pendekatan struk-tural. Dari asumsi pandangan konstruktivisme, maka lahirlah pendekatan konstruktivisme. Demikian pula dari asumsi-asumsi humanisme lahirlah pendekatan komunikatif.
Penggunaan pendekatan dalam pengajaran bahasa menyikapi: (1) cara pandang seseorang dalam menyikapi bahasa sebagai materi pelajaran, (2) isi pembelajaran, (3) teknik dan proses pembelajaran, serta (4) perencanaan dan pelaksanaan program pengajaran. Berikut ini akan disajikan beberapa metode pembelajaran dalam bahasa Indoesia di SD.
Pendekatan Tujuan
Pendekatan tujuan ini dilandasi oleh pemikiran bahwa dalam setiap kegiatan belajar-mengajar yang harus dipikirkan dan ditetapkan lebih dahulu ialah tujuan yang hendak dicapai. Dengan memperhatikan tujuan yang telah ditetapkan itu dapat ditentukan metode mana yang akan digunakan dan teknik pengajaran yang bagaimana yang diterapkan agar tujuan pembelajaran tersebut dapat dicapai. Jadi, proses belajar-mengajar ditentukan oleh tujuan yang telah ditetapkan, untuk mencapai tujuan itu sendiri.
Seperti kita ketahui Kurikulum 1975 merupakan kurikulum yang berorientasi pada pendekatan tujuan; demikian pula bidang studi bahasa Indonesia. Oleh karena orientasinya pada tujuan, maka pembelajarannya pun penekanannya pada tercapainya tujuan. Misalnya contoh berikut ini. Untuk pokok bahasan menulis, tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan ialah “Siswa mampu membuat karangan/cerita berdasarkan pengalaman atau informasi dari bacaan”. Dengan berdasar pada pendekatan tujuan, maka yang penting ialah tercapainya tujuan, yakni siswa memiliki kemampuan mengarang. Adapun mengenai bagaimana proses pembel-ajarannya, bagaimana metodenya, bagaimana teknik pembelajaran tidak merupakan masalah yang penting.
Demikian pula kalau misalnya yang diajarkan pokok bahasan struktur dengan tujuan “Siswa memiliki pemahaman mengenai bentuk-bentuk kata bahasa Indonesia”. Tujuan tersebut dapat dicapai melalui pembelajaran morfologi bahasa Indonesia.
Penerapan pendekatan tujuan ini sering dikaitkan dengan “cara belajar tuntas”. Dengan “cara belajar tuntas”, berarti suatu kegiatan belajar-mengajar dianggap berhasil, apabila sedikit-dikitnya 85% dari jumlah siswa yang mengikuti pelajaran itu menguasai minimal 75% dari bahan ajar yang diberikan oleh guru. Penentuan keberhasilan itu didasarkan hasil tes sumatif; jika sekurang-kurangnya 85% dari jumlah siswa dapat mengerjakan atau dapat menjawab dengan betul minimal 75% dari soal yang diberikan guru maka pembelajaran dapat dianggap berhasil.
Pendekatan Struktural
Pendekatan struktural merupakan salah satu pendekatan dalam pembelajaran bahasa yang dilandasi oleh asumsi yang menganggap bahasa sebagai kaidah. Atas dasar anggapan tersebut timbul pemikiran bahwa pembelajaran bahasa harus mengutamakan penguasaan kaidah-kaidah bahasa atau tata bahasa. Oleh sebab itu, pembelajaran bahasa perlu dititikberatkan pada pengetahuan tentang struktur bahasa yang tercakup dalam fonologi, mofologi, dan sintaksis. Dalam hal ini pengetahuan tentang pola-pola kalimat, pola kata, dan suku kata menjadi sangat penting. Jelas, bahwa aspek kognitif bahasa diutamakan.
Di samping kelemahan, pendekatan ini juga memiliki kelebihan. Dengan struk-tural, siswa akan menjadi cermat dalam menyusun kalimat, karena mereka memahami kaidah-kaidahnya. Misalnya saja, mereka mungkin tidak akan membuat kesalahan seperti di bawah ini.
“Bajunya anak itu baru”.
“Di sekolahhan kami mengadakan pertandingan sepak bola”.
“Anak-anak itu lari-lari di halaman”.
Pendekatan Keterampilan Proses dalam Pembelajaran Bahasa
Setiap manusia yang dilahirkan dibekali dengan kemampuan dasar. Kemam-puan dasar ini tumbuh dan berkembang bila dibina dan dilatih. Sebaliknya, kemampuan dasar itu dapat terpendam bila tidak dibina. Melalui CBSA, guru mengembangkan kemampuan dasar siswa menjadi keterampilan intelektual, sosial, dan fisik. Kepada siswa tidak hanya diberikan “apa yang harus dipelajari” tetapi yang lebih penting lagi “bagaimana cara mempelajarinya”. Siswa diajari bagaimana cara belajar yang baik atau belajar bagimana belajar
Dalam proses belajar atau belajar bagaimana belajar diperlukan keterampilan intelektual, keterampilan sosial, dan keterampilan fisik. Ketiga keterampilan inilah yang disebut keterampilan proses. Setiap keterampilan ini terdiri atas sejumlah keterampilan. Dengan perkataan lain keterampilan proses terdiri atas sejumlah sub-keterampilan proses.
Keterampilan proses berfungsi sebagai alat menemukan dan mengembangkan konsep. Konsep yang telah ditemukan atau dikembangkan berfungsi pula sebagai penunjang keterampilan proses. Interaksi antara pengembangan keterampilan proses dengan pengembangan konsep dalam proses belajar-mengajar menghasilkan sikap dan nilai dalam diri siswa. Tanda-tandanya terlihat pada diri siswa seperti, teliti, kreatif, kritis, objektif, tenggang rasa, bertanggung jawab, jujur, terbuka, dapat bekerja sama , rajin, dan sebagainya.
Keterampilan proses dibangun oleh sejumlah keterampilan-keterampilan. Karena itu pencapaian atau pengembangnya dilaksanakan dalam setiap proses belajar-mengajar dalam semua mata palajaran. Tidak ada satu pelajaran pun yang dapat mengembangkan keterampilan itu secara utuh. Karena itu pula, ada keteram-pilan yang cocok dikembangkan oleh pelajaran tertentu dan kurang cocok dikembangkan oleh mata pelajaran lainnya.
Setiap mata pelajaran mempunyai karakteristik sendiri. Karena itu penjabaran keterampilan proses dapat berbeda pada setiap mata pelajaran. Perbedaan itu sifatnnya tidak mendasar tetapi hanyalah variasi-variasi belaka. Sebagai contoh, mari kita perhatikan bagaimana keterampilan proses dijabarkan dalam mata pelajaran bahasa Indonesia. Penjabaran itu sudah memenuhi karakter bahasa Indonesia itu sendiri. Penjabaran sebagai berikut.
1. Mengamati
a.
Menatap: memperhatikan.
b.
Membaca: memahami suatu bacaan.
c.
Menyimak: memahami sesuatu yang dibicarakan orang lain.
2. Menggolongkan
Mencari persamaan, perbedaan atau penggolongan (dapat berupa wacana, kalimat, dan kosa kata).
3. Menafsirkan
a.
Menafsirkan: mencari atau menemukan arti, situasi, pola, kesimpulan dan mengelompokkan suatu wacana.
b.
Mencari dasar penggolongan: mengelompokkan sesuatu berdasarkan suatu kaidah, dapat berupa kata dasar, kata bentukan, jenis kata, pola kalimat ataupun wacana.
c.
Memberi arti: mencari arti kata-kata atau mencari pengertian sesuatu wacana kemudian mengutarakan kembali baik lisan maupun tertulis.
d.
Mencari hubungan situasi: mencari atau menebak waktu kejadian dari suatu wacana puisi. Menghubungkan antarsituasi yang satu dengan yang lain dari beberapa wacana.
e.
Menemukan pola: menentukan atau menebak suatu pola cerita yang berupa prosa maupun pola kalimat.
f.
Menarik kesimpulan: mengambil suatu kesimpulan dari suatu wacana secara induktif maupun deduktif.
g.
Menggeneralisasikan: mengambil kesimpulan secara induktif atau dari ruang lingkup yang lebih luas daripada menarik kesimpulan.
h.
Mengalisis: menganalisis suatu wacana berdasarkan paragraf, kalimat, dan unsur-unsur.
4. Menerapkan
Menggunakan konsep: kaidah bahasa dalam menyusun dapat berupa penulisan wacana, karangan, surat-menyurat, kalimat-kalimat, kata bentukan dengan memperhatikan ejaan/kaidah bahasa.
5. Mengkomunikasikan
a.
Berdiskusi: melakukan diskusi dan tanya jawab dengan memakai argumen-tasi/alasan-alasan dan bukti-bukti untuk memecahkan suatu masalah.
b.
Mendeklamasikan: melakukan deklamasi suatu puisi dengan menjiwai sesuatu yang dideklamasikan (dapat dengan menggerakkan anggota badan, kepala, pandangan mata, atau perubahan air muka).
c.
Dramatisasi: menirukan sesuatu perilaku dengan penjiwaan yang mendalam.
d.
Bertanya: mengajukan berbagai jenis pertanyaan yang mengarah kepada: pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, atau evaluasi.
e.
Mengarang: menulis sesuatu dapat dengan melihat objeknya yang nyata dulu dengan bantuan gambar atau tanpa bantuan apa-apa.
f.
Mendramakan/bermain drama: memainkan sesuatu teks cerita persis seperti apa yang tertera pada bacaan.
g.
Mengungkapkan/melaporkan sesuatu dalam bentuk lisan dan tulisan: melaporkan darmawisata, pertandingan, peninjauan ke lapangan, dan sebagainya.
Keterampilan proses berkaitan dengan kemampuan. Oleh karena itu penerapan keterampilan proses diletakkan atau inklusif dalam kompetensi dasar. Keterampilan proses juga dikenali pada instruksi yang disampaikan oleh guru kepada siswa untuk mengerjakan sesuatu.
Contoh :
1.
Kompetensi dasar: Siswa dapat menyusun sebuah pengumuman sebagai sarana menyampaikan informasi (keterampilan proses yang tersirat dalam kompetensi dasar adalah mengkomunikasikan, submengarang)
2.
Instruksi: Lukiskan situasi yang dialami kuda dalam wacana berikut!
TOLONGLAH Melihat rusa datang kuda berkata, “Tolonglah rusa lepaskan tandukku.” “Lepaskan sendiri, Aku tidak dapat. Kalau harimau datang aku bisa-bisa dimangsa.” “Tolonglah jasamu tidak akan kulupakan”, pinta kuda memelas. Rusa pun luluh dendamnya. Ia menjadi kasihan kepada kuda. Rusa melupakan kesombongan kuda. “Teman dalam bahaya harus ditolong”, kata rusa dalam hati. |
Keterampilan proses apa yang tersirat dalam instruksi tersebut di atas? Menafsirkan?
Kata-kata kunci yang terdapat dalam standar kompetensi pun merupakan petunjuk untuk mengetahui keterampilan proses mana yang turut dikembangkan. Misalnya memahami, menerapkan, dan mengkomunikasikan. Ketiga kata kerja itu selalu ditemui dalam kompetensi dasar pokok bahasan pembelajaran berbicara. Kata kerja memahami yang menghasilkan pemahaman selalu dapat dipulangkan kepada keterampilan proses mengamati seperti membaca sesuatu atau menyimak sesuatu. Kata kerja memahami pun dapat dikembalikan kepada keterampilan proses menggolongkan seperti mencari persamaan, perbedaan atau penggolongan. Kata kerja menerapkan dapat secara langsung mengacu kepada keterampilan proses menerapkan melalui kegiatan menerapkan konsep, kaidah bahasa, dan sebagainya. Demikian juga kata kerja mengkomunikasikan secara langsung mengacu kepada keterampilan proses mengkomunikasikan melalui kegiatan berdiskusi, mendeklamasikan, dramatisasi, bertanya, mengarang, dan sebagainya.
Kegiatan belajar-mengajar pada hakikatnya merupakan rangkaian aktivitas siswa dan guru dalam mencapai tujuan pengajaran. Dalam rangkaian aktivitas itu dimungkinkan membina satu, dua, atau lebih aspek keterampilan proses pada diri siswa. Cobalah amati kegiatan guru dan siswa berikut.
Guru: “Baca baik-baik wacana berikut!”
SAYA DAPAT MENGALAHKANNYA Saya sudah menganalisis keadaan Hendra. Saya catat kekuatan dan kelemahannya. Berdasarkan hasil pengamatan itu saya susun siasat jitu. Mula-mula saya paksa dia bermain cepat. Lama-lama pasti tenaganya terkuras. Sesudah itu saya mengendalikan permainan. Dalam set terakhir, set penentuan , Hendra sudah rapuh. Kini saya memegang bola, saat nilai 13–9 buat saya. Bola saya arahkan ke belakang. Dikira Hendra ke luar tetapi masuk. Hendra semakin panik. Bola terakhir saya lambungkan tinggi ke belakang. Dikembalikan tanggung oleh Hendra. Saya smes, bola masuk dan gim. Saya dapat mengalahkan Hendra. |
Siswa Guru Siswa Guru Siswa Guru Anto Guru Andi Guru | : (Membaca dengan teliti) : “Perhatikan baik-baik kalimat mengungkapkan kemampuan. Cari ciri- cirinya” : (Mencari ciri-ciri kalimat) Berapa menit kemudian. : “Sekarang mari kita lihat hasil pekerjaanmu” : “Saya, Bu! Saya, Bu! : “Bagus! Bagus. Coba kamu, Anto.” : “Ciri-ciri kalimat tersebut adalah 1. kalimat berita, 2. isinya kenyataan yang sudah ada (riil), 3. selalu menggunakan kata bantu seperti dapat, mampu, sanggup, dan bisa.” : “Bagus, Anto, Bagus! Bagaimana pendapat yang lain?” : “Bagaimana bila ditambahkan dengan ciri kalimat positif, Bu?” : “Ya, boleh. Itu ciri keempat.” |
Kegiatan belajar-mengajar di atas paling sedikit membina keterampilan proses mengamati, mencari ciri-ciri penggolongan, dan menyimpulkan.
Pendekatan Whole Language dalam Pembelajaran Bahasa
Pendekatan whole language (diambil dari Suratinah; 2003:2.1) merupakan salah satu pendekatan pembelajaran bahasa yang mulai diperkenalkan di Indonesia. Keampuhan pendekatan ini telah banyak dibuktikan oleh beberapa negara yang menggunakannya. Anda perlu memahami pendekatan ini dengan baik agar dapat menerapkannya di kelas. Untuk itu dalam subunit ini akan diuraikan tentang pendekatan whole language sehingga pada akhir subunit ini Anda akan dapat menje-laskan konsep pendekatan whole language dan kemudian menerapkan pendekatan tersebut dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SD.
Dalam subunit ini Anda akan mempelajari tentang karakteristik whole language, komponen-komponen whole language, ciri-ciri kelas whole language, dan penilaian dalam kelas whole language.
Karateristik Whole Language
Secara umum whole language dapat dinyatakan sebagai perangkat wawasan yang mengarahkan kerangka pikir praktisi dalam menentukan bahasa sebagai meteri pelajaran, isi pembelajaran, dan proses pembelajaran. Pengembangan wawasan whole language diilhami konsep konstrutivisme, language experience approach (LEA), dan progresivisme dalam pendidikan. Wawasan yang dikembangkan sehubungan dengan bahasa sebagai materi pelajaran dan penentuan isi pembelajarannya diwarnai oleh fungsionalisme dan semiotika (Edelsky, Altwerger, dan Flores, 1991). Sementara itu, prinsip dan penggarapan proses pembelajarannya diwarnai oleh progresivisme dan konstruktivisme menyatakan bahwa siswa membentuk sendiri pengetahuannya melalui peran aktifnya dalam belajar secara utuh (whole) dan terpadu (integrated) (Roberts, 1996). Siswa termotivasi untuk belajar jika mereka melihat bahwa yang dipelajarinya itu diperukan oleh mereka. Guru berkewajiban untuk menyediakan lingkungan yang menunjang untuk siswa agar mereka dapat belajar dengan baik. Fungsi guru dalam kelas whole language berubah dari desiminator informasi menjadi fasilitor (Lame & Hysith, 1993).
Penentuan isi pembelajaran dalam perspektif whole language diarahkan oleh konsepsi tentang kebahasaan dan nilai fungsionalnya bagi pebelajar dalam kehidupan sosial masyarakat. Berdasarkan konsepsi bahwa pengajaran bahasa mesti didasarkan pada kenyataan penggunaan bahasa, maka isi pembelajaran bahasa diorientasikan pada topik pengajaran (1) membaca, (2) menulis, (3) menyimak, dan (4) wicara. Ditinjau dari nilai fungsionalnya dalam kehidupan, penguasaan yang perlu dijadikan fokus dan perlu dikembangkan adalah penguasaan kemampuan membaca dan menulis. Sebab itulah konsep literacy (keberwacanaan) dalam persfektif whole language yang hanya dihubungkan dengan perihal membaca dan menulis (Au, mason, dan Scheu, 1995, Eanes, 1997). Ditinjau dari konsepsi demikian, topik pengajaran menyimak, wicara, membaca, dan menulis tidak harus digarap secara seimbang karena alokasi waktu pengajaran mesti lebih banyak digunakan untuk pembelajaran membaca dan menulis.
Komponen-komponen Whole Language
Whole language adalah cara untuk menyatukan pandangan tentang bahasa, tentang pembelajaran, dan tentang orang-orang yang terlibat dalam pembelajaran. Dalam hal ini orang-orang yang dimaksud adalah siswa dan guru. Whole language dimulai dengan menumbuhkan lingkungan berbahasa yang diajarkan secara utuh dan keterampilan bahasa diajarkan secara terpadu. Menerapkan whole language memang agak sulit karena tidak ada acuan yang benar-benar mengaturnya. Namun Anda dapat mencoba menerapkannya dengan mengetahui komponen-komponen yang terdapat dalam whole language. Menurut Routman dan Froese (1991) dalam Suratinah dan Teguh Prakoso (2003: 2.3) ada delapan komponen whole language, yaitu reading aloud, sustained silent reading, shared reading, journal writing, guided reading, guided writing, independent reading, dan independent writing. Namun sesuai dengan definisi whole language yaitu pembelajaran bahasa yang disajikan secara utuh dan tidak terpisah-pisah, maka dalam menerapkan setiap kom-ponen whole language di kelas Anda harus pula melibatkan semua keterampilan dan unsur bahasa dalam kegiatan pembelajaran.
Nah sekarang mari kita pelajari komponen whole language tersebut satu per satu. Mari kita mulai dengan reading aloud.
1. Reading Aloud
Reading Aloud adalah kegiatan membaca yang dilakukan oleh guru dan siswa. Guru dapat menggunakan bacaan yang terdapat dalam buku teks atau buku cerita lainnya dan membacakannya dengan suara keras dan intonasi yang benar sehingga setiap siswa dapat mendengarkan dan menikmati ceritanya. Kegiatan ini sangat bermanfaat terutama jika dilakukan di kelas rendah. Manfaat yang didapat dari reading aloud antara lain meningkatkan keterampilan menyimak, memperkaya kosakata, membantu meningkatkan membaca pemahaman, dan yang tidak kalah penting adalah menumbuhkan minat baca pada siswa.
Nah, Anda dapat mencoba menerapkan reading aloud di kelas Anda. Coba Anda pilih cerita pendek yang menarik dari buku cerita atau dari buku teks yang Anda punya. Lakukan kegiatan ini dua-tiga kali seminggu sebelum kemudian menjadi kegiatan rutin yang Anda lakukan setiap hari. Kemudian perhatikan perubahan yang terjadi pada siswa Anda dan juga diri Anda.
2. Sustained Silent Reading
Sustained Silent Reading (SSR) adalah kegiatan membaca dalam hati yang dilakukan oleh siswa. Dalam kegiatan ini kesempatan untuk memilih sendiri buku atau materi yang akan dibacanya. Pada kegiatan ini guru memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih bahan bacaan yang sesuai dengan kemampuan mereka sendiri sehingga mereka dapat menyelesaikan membaca bacaan tersebut. Guru dalam hal ini sedapat mungkin menyediakan bahan bacaan yang menarik dari berbagai buku atau sumber sehingga memungkinkan siswa memilih materi bacaan. Guru dapat memberi contoh sikap membaca dalam hati yang baik sehingga mereka dapat meningkatkan kemampuan membaca dalam hati untuk waktu yang cukup lama. Pesan yang ingin disampaikan kepada siswa melalui kegiatan ini adalah (a) membaca adalah kegiatan penting yang menyenangkan; (b) membaca dapat dilakukan oleh siapa pun; (c) membaca berarti kita berkomunikasi dengan pengarang buku tersebut; (d) siswa dapat membaca dan berkonsentrasi pada bacaannya dalam waktu yang cukup lama; (e) guru percaya bahwa siswa memahami apa yang mereka baca; dan (f) siswa dapat berbagi pengetahuan yang menarik dari materi yang dibacanya setelah kegiatan SSR berakhir.
3. Journal Writing
Salah satu cara yang dipandang cukup efektif untuk meningkatkan keterampilan siswa menulis adalah dengan mengimplementasikan pembelajaran menulis jurnal atau menulis informal. Melalui menulis jurnal, siswa dilatih untuk lancar mencurahkan gagasan dan menceritakan kejadian di sekitarnya tanpa sekaligus memikirkan hal-hal yang bersifat mekanik. Tompkins (1991:210) menyatakan bahwa penekanan pada hal-hal yang bersifat mekanik membuat tulisan mati karena hal tersebut tidak mengizinkan gagasan siswa tercurah secara alami. Dengan demikian, siswa dapat bebas mencurahkan gagasan tanpa merasa cemas dan tertekan memikirkan mekanik tulisannya.
Banyak manfaat yang dapat kita peroleh dari kegiatan menulis jurnal ini. Manfaat tersebut antara lain adalah sebagai berikut.
a.
Meningkatkan kemampuan menulis. Dengan menulis jurnal siswa akan terbiasa mengungkapkan pikirannya dalam bentuk tulisan yang kemudian membantunya untuk mengembangkan kemampuan menulis.
b.
Meningkatkan kemampuan membaca. Siswa secara spontan akan membaca hasil tulisannya sendiri setiap ia selesai menulis jurnal. Dengan cara ini tanpa disadari siswa melatih kemampuan membacanya, sehingga dengan menulis jurnal siswa tersebut juga meningkatkan kemampuan membaca.
c.
Menumbuhkan keberanian menghadap risiko. Karena menulis jurnal bukanlah kegiatan yang harus dinilai, maka siswa tidak perlu takut untuk berbuat salah. Bahkan kesempatan ini dapat digunakan sebagai sarana untuk bereksplorasi.
d.
Memberi kesempatan untuk membuat refleksi. Melalui menulis jurnal dapat merefleksi apa yang telah dipelajarinya atau dilakukannya.
e.
Memvalidasi pengalaman dan perasaan pribadi. Kejadian apa saja yang dialami oleh siswa baik di sekolah mapun di luar sekolah dapat diungkapkan dalam jurnal. Dengan menghargai apa yang ditulis siswa akan membuat siswa merasa dihargai.
f.
Memberikan tempat yang aman dan rahasia untuk menulis. Terutama untuk siswa kelas tinggi, jurnal adalah sarana untuk mengungkapkan perasaan pribadi. Jurnal ini sering disebut diary atau buku harian. Untuk jurnal jenis ini siswa boleh memilih apakah guru boleh membaca jurnalnya atau tidak.
g.
Meningkatkan kemampuan berpikir. Dengan meminta siswa menulis jurnal, berarti melatih mereka melakukan proses berpikir, mengingat kembali, memilih kejadian mana yang akan diceritakan, dan menyusun informasi yang dimiliki menjadi cerita yang dapat dipahami pembaca. Dengan membaca jurnal, guru mengetahui kejadian atau materi mana yang berkesan dan dipahami siswa dan mana bagian yang membuatnya bingung.
h.
Meningkatkan kesadaran akan peraturan menulis. Melalui menulis jurnal siswa belajar tata cara menulis seperti penggunaan huruf besar, tanda baca, dan struktur kalimat. Siswa juga mulai menulis dengan menggunakan topik, judul, halaman, dan subtopik. Mereka juga menggunakan bentuk tulisan yang berbeda seperti dialog (percakapan) dan cerita besambung. Semua ini diajarkan tidak secara formal.
i.
Menjadi alat evaluasi. Siswa dapat melihat kembali jurnal yang ditulisnya dan menilai sendiri kemampuan menulisnya. Mereka dapat melihat komentar atau respon guru atas kemajuannya. Guru dapat menggunakan jurnal sebagai sarana untuk menilai kemampuan bahasa siswa, di samping juga penguasaan materi dan gaya penulisan.
j.
Menjadi dokumen tertulis. Jurnal writing dapat digunakan siswa sebagai dokumen tertulis mengenai perkembangan hidup atau pribadinya. Setelah mereka dewasa, mereka dapat melihat kembali hal-hal apa yang pernah mere-ka anggap penting pada waktu dahulu.
Anda dapat melihat bagaimana besarnya pengaruh dan manfaat menulis jurnal jika diterapkan di dalam kelas. Memang hal ini terlihat berat bagi Anda yang mempunyai kelas besar. Dapat Anda bayangkan betapa repotnya jika Anda setiap hari harus memberi komentar atau respon terhadap setiap jurnal yang ditulis oleh siswa. Namun Anda dapat menyiasatinya sendiri, bagaimana yang terbaik ketika menerapkan kegiatan ini. Bisa saja misalnya, tidak setiap hari Anda memberi komentar atau respon pada setiap anak. Anda dapat membagi siswa dalam kelompok dan Anda memberi komentar atau respon perkelompok secara bergantian. Dengan demikian Anda tidak perlu menghabiskan waktu Anda untuk merespon jurnal siswa. Ingat, ini hanyalah satu untuk contoh membagi waktu Anda dalam memberi respon, Anda sendiri dapat mencari alternatif lain yang dirasa terbaik diterapkan pada situasi dan kondisi sekolah Anda.
4. Shared Reading
Komponen whole language yang keempat adalah shared reading. Shared reading ini adalah kegiatan membaca bersama antara guru dan siswa dan mereka harus mempunyai buku untuk dibaca bersama. Kegiatan ini dapat dilakukan baik di kelas rendah maupun di kelas tinggi. Ada beberapa cara melakukan kegiatan ini yaitu:
a.
guru membaca dan siswa mengikutinya (untuk kelas rendah),
b.
guru membaca dan siswa menyimak sambil melihat bacaan yang tertera pada buku; dan
c.
siswa membaca bergiliran
Maksud kegiatan ini adalah:
a.
sambil melihat tulisan, siswa berkesempatan untuk memperhatikan guru membaca sebagai model;
b.
memberikan kesempatan untuk memperlihatkan keterampilan membacanya; dan
c.
siswa yang masih kurang terampil dalam membaca mendapat contoh membaca yang benar.
Nampaknya kegiatan ini sering Anda lakukan di kelas, bukan? Ya betul, ke-tika Anda membahas suatu topik, Anda meminta siswa membuka buku paket yang membahas topik tersebut, kemudian siswa diminta untuk membaca keras secara bergantian. Dalam hal ini Anda telah melakukan shared reading. Sebaiknya Anda meneruskan kegiatan ini dengan melibatkan keterampilan lain seperti berbicara dan menulis agar kegiatan Anda menjadi kegiatan berbahasa yang utuh dan riil.
5. Guided Reading
Komponen whole language yang kelima adalah guided reading. Tidak seperti pada shared reading, yaitu guru lebih berperan sebagai model dalam membaca, dalam guided reading atau disebut juga membaca terbimbing guru menjadi pengamat dan fasilator. Dalam membaca terbimbing penekanannya bukan dalam cara membaca itu sendiri tetapi lebih pada membaca pemahaman. Dalam guided reading semua siswa membaca dan mendiskusikan buku yang sama. Guru melemparkan pertanyaan yang meminta siswa menjawab dengan kritis, bukan se-kedar pertanyaan pemahaman. Kegiatan ini merupakan kegiatan membaca yang penting dilakukan di kelas.
6. Guided Writing
Komponen whole language yang keenam adalah guided writing atau menulis terbimbing seperti dalam membaca terbimbing, dalam menulis terbimbing peran guru adalah sebagai fasilator, membantu siswa menemukan apa yang ingin ditulisnya dan bagaimana menulisnya dengan jelas, sistematis, dan menarik. Guru bertindak sebagai pendorong bukan pengatur, sebagai pemberi saran bukan pemberi petunjuk. Dalam kegiatan ini proses writing seperti memilih topik, membuat draf, memperbaiki, dan mengedit dilakukan sendiri oleh siswa.
7. Independent Reading
Komponen whole language yang ketujuh adalah independent reading. In-dependent reading atau membaca bebas adalah kegiatan membacayang memberi kesempatan kepada siswa untuk menentukan sendiri materi yang ingin dibacanya. Membaca bebas merupakan bagian integral dari whole language. Dalam independent reading siswa bertanggung jawab terhadap bacaan yang dipilihnya sehingga peran guru pun berubah dari seorang pemprakasa, model, dan pemberi tuntunan menjadi seorang pengamat, fasilator, dan pemberi respon. Menurut penelitian yang dilakukan Anderson dkk (1988), membaca bebas yang diberikan secara rutin walaupun hanya 10 menit sehari dapat meningkatkan kemampuan membaca pada siswa.
Jika Anda menerapkan independent reading, maka Anda sebaiknya menyi-apkan bacaan yang diperlukan untuk siswa Anda. Bacaan tersebut dapat berupa fiksi maupun nonfiksi. Pada awal penerapan independent reading Anda dapat membantu siswa memilih buku yang akan dibacanya dengan memperkenalkan buku-buku tersebut. Misalnya, Anda membacakan sinopsisnya atau ringkasan bu-ku yang terdapat pada halaman sampul. Atau jika Anda pernah membaca buku tersebut, Anda menceritakan sedikit tentang buku tersebut. Dengan mengetahui sekelumit tentang cerita, siswa akan termotivasi untuk memilih buku dan memba-canya sendiri. Demikian juga ketika Anda mempunyai buku baru, sebaiknya buku tersebut diperkenalkan agar siswa dapat mempertimbangkan untuk membaca atau tidak.
Dalam memperkenalkan buku, sebaiknya Anda juga membahas tentang pengarang dan ilustrator yang biasanya tertulis di halaman akhir. Jika tidak ada keterangan tertulis tentang pengarang atau ilustrator, paling tidak Anda dapat menyebutkan nama-nama mereka atau tambahkan sedikit informasi yang Anda ketahui. Hal ini penting dilakukan agar siswa sadar, bahwa sesungguhnya buku itu tertulis oleh manusia bukan mesin.
Buku yang dibaca siswa untuk independent reading tidak selalu harus didapat dari perpustakaan sekolah atau kelas atau disiapkan guru. Siswa dapat saja mendapatkan buku dari berbagai sumber seperti perpustakaan kota/kabupaten, buku-buku yang ada di rumah, di toko buku, pinjam teman atau dari sumber lain-nya. Inti dari independent reading adalah membantu siswa meningkatkan kemampuan pemahamannya, mengembangkan kosa kata, melancarkan membaca, dan secara keseluruhan memfasilitasi membaca.
8. Independent Writing
Komponen whole language yang kedelapan adalah independent writing. Independent writing atau menulis bebas bertujuan untuk meningkatkan kemam-puan menulis, meningkatkan kebiasaan menulis, dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Dalam menulis bebas siswa mempunyai kesempatan untuk menulis tanpa ada intervensi dari guru. Siswa bertanggung jawab sepenuhnya dalam proses menulis. Jenis menulis yang termasuk dalam independent writing antara lain menulis jurnal dan menulis respon.
Setelah Anda mengenal komponen-komponen whole language mungkin Anda mulai berpikir untuk menerapkan pendekatan ini di kelas Anda. Jika Anda akan menerapkan pendekatan ini, mulailah perlahan-lahan. Jangan mencoba menerapkan semua komponen sekaligus, karena akan membingungkan siswa. Cobalah dengan satu komponen dulu dan perhatikan hasilnya. Jika siswa telah terbiasa menggunakan komponen tersebut, baru kemudian mencoba lagi menerapkan komponen yang lain. Anderson (1985) mengingatkan bahwa perubahan menjadi kelas whole language memerlukan waktu yang cukup lama karena perubahan harus dilakukan dengan hati-hati dan perlahan agar meng-hasilkan kelas whole language yang diinginkan.
Ciri-ciri Kelas Whole Language
Ada tujuh ciri yang menandakan kelas whole language. Pertama, kelas yang menerapkan whole language penuh dengan barang cetakan. Barang-barang tersebut tergantung di dinding, pintu, dan furniture. Label yang dibuat siswa ditempel pada meja, lemari, dan sudut belajar. Poster hasil kerja siswa menghiasi dinding dan bulletin board. Karya tulis siswa dan chart yang dibuat siswa menggantikan bulletin board yang dibuat guru. Salah satu sudut kelas diubah menjadi perpustakaan yang dilengkapi berbagai jenis buku (tidak hanya buku teks), majalah, koran, kamus, buku petunjuk, dan barbagai macam barang cetak lainnya. Semua itu disusun dengan rapi berdaasrkan pengarang atau jenisnya sehingga memudahkan siswa memilih. Walaupun hanya satu sudut yang dijadikan perpustakaan, namun buku tersedia di seluruh ruang kelas.
Kedua, di kelas whole language guru berperan sebagai model, guru menjadi contoh perwujudan bentuk aktivitas berbahasa yang ideal, dalam kegiatan membaca, menulis, menyimak, dan wicara. Over head projector (OHP) dan transparansi digunakan untuk memperagakan proses menulis. Siswa mendengarkan cerita melalui tape recorder untuk mendapatkan contoh membaca yang benar.
Ketiga, di kelas whole language siswa bekerja dan belajar sesuai dengan tingkat kemamapuannya. Agar siswa dapat belajar sesuai dengan tingkat perkembangnya, maka di kelas tersedia buku dan materi yang menunjang. Buku disusun berdasarkan tingkat kemampuan membaca siswa, sehingga siswa dapat memilih buku yang sesuai untuknya. Di kelas juga tersedia meja besar yang dapat digunakan siswa untuk menulis, melakukan editing dengan temannya, atau membuat cover untuk buku yang ditulisnya. Langkah-langkah proses menulis tertempel di dinding sehingga siswa dapat melihatnya setiap saat.
Keempat, di kelas whole language siswa berbagi tanggung jawab dalam pembelajaran. Peran guru di kelas whole language lebih sebagai fasilitator dan siswa mengambil alih beberapa tanggung jawab yang biasanya dilakukan guru. Siswa, membuat kumpulan kata (words blank), melakukan brainstorming, dan mengumpulkan fakta. Pekerjaan siswa ditulis pada chart dan terpampang di seluruh ruangan. Siswa menjaga kebersihan dan kerapian kelas. Buku perpustakaan dipinjam dan dikembalikan oleh siswa tanpa bantuan guru. Buku bacaan atau majalah dibawa siswa dari rumah. Pada salah satu bulletin board terpampang pembagian tugas untuk setiap siswa. Siswa bekerja dan bergerak bebas di kelas.
Kelima, di kelas whole language siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran bermakna. Siswa aktif terlibat dalam kegiatan pembelajaran yang membantu mengembangkan rasa tanggung jawab dan tidak tergantung. Siswa terlibat dalam kegiatan kelompok kecil atau kegiatan individual. Ada kelompok yang mem-buat perjalanan sejarah. Siswa lain, secara individual menulis respon terhadap buku yang dibacanya, membuat buku, menuliskan kembali cerita rakyat, atau mengedit draft final. Guru terlibat dalam konferensi dengan siswa atau berkeliling ruang mengamati siswa, berinteraksi dengan siswa, atau membuat catatan tentang kegiatan siswa.
Keenam, di kelas whole language siswa berani mengambil resiko dan bebas bereksperimen. Guru di kelas whole language menyediakan kegiatan belajar dalam berbagai tingkat kemampuan sehingga semua siswa dapat berhasil. Hasil tulisan siswa dipajang tanpa ada tanda koreksi. Contoh hasil kerja setiap siswa terpampang di seputar ruang kelas. Siswa dipacu untuk melakukan yang terbaik. Namun guru tidak mengharapkan kesempurnaan, yang penting adalah respon atau jawaban yang diberikan siswa dapat diterima.
Ketujuh, di kelas whole language siswa mendapatkan balikan (feedback) positif baik dari guru maupun temannya. Ciri kelas whole language, bahwa pemberian feedback dilakukan dengan segera. Meja ditata berkelompok agar memungkinkan siswa berdiskusi, berkolaborasi, dan melakukan konferensi. Konferensi antara guru dan siswa memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penilaian diri dan melihat perkembangan diri. Siswa yang mempresentasikan hasil tulisannya mendapat respon positif dari temannya. Hal ini dapat membangkitkan rasa percaya diri.
Dari ketujuh ciri tersebut dapat Anda lihat bahwa siswa berperan aktif dalam pembelajaran. Guru tidak perlu lagi berdiri di depan kelas meyampaikan materi. Sebagai fasilitator guru berkeliling kelas mengamati dan mencatat kegiatan siswa, dalam hal ini guru menilai siswa secara informal.
Penilaian dalam Kelas Whole Language
Di dalam kelas whole language, guru sensntiasa memperhatikan kegiatan yang dilakukan siswa. Secara informal, selama pembelajaran berlangsung, guru memperhatikan siswa menulis, mendengarkan, siswa berdiskusi baik dalam kelompok ataupun diskusi kelas. Ketika siswa bercakap-cakap dengan temannya atau dengan guru, penilaian juga dilakukan, bahkan guru juga memberikan penilaian saat siswa bermain selama waktu istirahat.
Kemudian, penilaian juga berlangsung ketika siswa dan guru mengadakan konferensi. Walaupun guru tidak terlihat membawa-bawa buku nilai, namun guru menggunakan alat penilaian seperti format observasi dan catatan anecdote. Dengan kata lain, dalam kelas whole language guru memberikan penilaian pada siswa selama proses pembelajarn berlangsung.
Selain penilaian informal, penilaian juga dilakukan dengan menggunakan portofolio. Portopolio adalah kumpulan hasil kerja siswa selama kegiatan pembelajaran. Dengan portofolio perkembangan siswa dapat terlihat secara otentik
Latihan
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, silakan Anda mengerjakan latihan berikut!
1.
Jelaskan pengertian pendekatan dalam pembelajaran bahasa Indonesia !
2.
Bandingkanlah pendekatan tujuan dan pendekatan struktural!
3.
Apa yang dimaksud dengan pendekatan keterampilan proses dalam pembelajaran bahasa Indonesia?
4.
Apa yang dimaksud dengan pendekatan Whole language?
5.
Bagaimanakah guru melakukan penilaian dalam kelas Whole language?
Pedoman Jawaban Latihan
Bagaimana hasil latihan Anda. Coba Anda bandingkan hasil latihan Anda dengan jawaban latihan berikut ini.
1.
Pendekatan adalah serangkaian asumsi yang bersifat aksiomatik tentang hakikat bahasa, pengajaran bahasa, dan belajar bahasa yang digunakan sebagai landasan dalam merancang, melaksanakan, dan menilai proses belajar-mengajar bahasa.
2.
Pendekatan tujuan ini dilandasi oleh pemikiran bahwa dalam setiap kegiatan belajar-mengajar yang harus dipikirkan dan ditetapkan lebih dahulu ialah tujuan yang hendak dicapai, sedangkan pendekatan struktural merupakan salah satu pendekatan dalam pembelajaran bahasa yang dilandasi oleh asumsi yang menganggap bahasa sebagai kaidah.
3.
Pendekatan keterampilan proses dalam pembelajaran bahasa adalah dalam proses belajar atau belajar bagaimana belajar diperlukan keterampilan intelektual, keterampilan sosial, dan keterampilan fisik. Ketiga keterampialan inilah yang disebut keterampilan proses. Keterampilan proses dijabarkan dalam mata pelajaran bahasa Indonesia. Penjabaran sebagai berikut.
a.
Mengamati,
b.
menggolongkan,
c.
menafsirkan,
d.
mengkomunikasikan, dan
e.
menerapkan.
4.
Whole language adalah suatu pendekatan pembelajaran bahasa yang didasari oleh paham konstruktivisme. Dalam whole language bahasa dapat diajarkan secara utuh, tidak terpisah-pisah; menyimak, wicara, membaca, dan menulis diajarkan secara terpadu (integrated) sehingga siswa dapat melihat bahasa sebagai suatu kesatuan.
5.
Dalam kelas whole language penilaian dilakukan guru secara informal dan melalui portofolio
Rangkuman
Pendekatan adalah seperangkat asumsi yang bersifat asiomatik mengenai hakikat bahasa, pengajaran bahasa, dan belajar bahasa yang digunakan sebagai landasan dalam merancang, melakukan, dan menilai proses belajar-mengajar bahasa. Pendekatan-pendekatan yang pernah digunakan dalam pengajaran bahasa Indonesia adalah: pendekatan tujuan dan pendekatan struktural. Kemudian menyusul pendekatan-pendekatan yang dipandang lebih sesuai dengan hakikat dan fungsi bahasa, yakni pendekatan keterampilan proses, whole language, pendekatan terpadu, kontekstual, dan komunikatif. Keterampilan proses adalah keterampilan yang dikembangkan guru menjadi keterampilan intelektual, sosial, dan fisik yaitu kegiatan: (1) mengamati, (2) menggolongkan , (3) menafsirkan, (4) menerapkan, dan (5) mengkomunikasikan. Whole language adalah suatu pendekatan pembelajaran bahasa yang didasari oleh paham konstruktivis. Dalam whole language bahasa diajarkan secara utuh, tidak terpisah-pisah; menyimak, wicara, membaca, dan menulis diajarkan secara terpadu (integrated) sehingga siswa dapat melihat bahasa sebagai suatu kesatuan. Dalam menerapkan whole language guru harus memahami dulu komponen-komponen whole language agar pembelajaran dapat dilakukan secara maksimal. Komponen whole language adalah reading aloud, journal writing, sustained silent reading, shared reading, guided reading, guided writing, independent reading, dan independent writing. Kelas yang menerapkan whole language merupakan kelas yang kaya dengan barang cetak seperti buku, koran, majalah, dan buku petunjuk. Di samping itu, kelas whole language dibagi-bagi dalam sudut yang memungkinkan siswa melakukan kegiatan secara individual di sudut-sudut tersebut. Selanjutnya, kelas whole language menerapkan penilaian yang menggunakan portofolio dan penilaian informal melalui pengamatan selama pembelajaran berlangsung. |
Tes Formatif 1
Pilih salah satu jawaban yang paling tepat dari beberapa alternatif jawaban yang disediakan!
1. Pendekatan pengajaran bahasa Indonesia di SD yang dianut saat ini, kecuali…
A.
pendekatan whole language
B.
pendekatan tujuan
C.
pendekatan komunikatif
D.
pendekatan kontekstual
2.
Pendekatan merupakan seperangkat asumsi yang bersifat aksiomatik. Asumsi yang bersifat aksiomatik mencakup hal-hal tersebut, kecuali …
A.
pengajaran bahasa
B.
penilaian bahasa
C.
hakikat bahasa
D.
belajar nahasa
3.
Pendekatan keterampilan proses dalam pembelajaran bahasa adalah pendekatan yang bertujuan untuk memberikan kesepakatan kepada siswa …
A.
terlibat dalam kegiatan pembelajaran
B.
memperoleh pembelajaran yang baik
C.
terlibat dalam pembelajaran secara aktif dan kreatif
D.
mewujudkan pembelajaran yang relevan
4. Munculnya pendekatan keterampilan proses ternyata tidak hanya berfokus pada pencapaian tujuan pembelajarannya saja, melainkan juga pada …
A. pemberian pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan
B. pemanfaatan media yang relevan dengan kemampuan guru
C. pemberian pengelolaan kelas yang baik
D. pemanfaatan media penulisan yang logis dan sistematis
5. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia dengan keterampilan proses, siswa diharapkan mampu membedakan antara opini dan fakta. Hal ini sesuai dengan salah satu sasaran kemampuan yang harus dikuasai guru. Hal tersebut berkaitan dengan prinsip-prinsip dalam pendekatan keterampilan proses, khususnya kemampuan …
A. mengamati
B. mengitung
C. menemukan hubungan
D. melaksanakan penelitian
6. Hal yang termasuk dalam komponen Whole language adalah....
A. pembelajaran bahasa secara utuh dan terpadu
B. pembelajaran bahasa sebelum sekolah formal
C. pembelajaran bahasa sesuai dengan lingkungan siswa
D. pembelajaran bahasa menurut keterampilan bahasa.
7. Dalam kegiatan reading aloud proses pembelajaran bahasa didapat siswa adalah....
A. menyatakan pendapat secara lisan.
B. menghafalkan arti kata
C. menyimak dan pemahaman bacaan
D. menuliskan gagasan utama
8. Tugas guru dalam kegiatan Journal writing adalah....
A. memberi nilai tulisan siswa.
B. mengumpulkan pekerjaan siswa.
C. membuat role play tulisan siswa.
D. memberikan tanggapan tulisan siswa.
9. Salah satu ciri kelas Whole language adalah....
A. siswa belajar aktif dan terbuka untuk bertanya-jawab
B. siswa belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya
C. guru membawa berbagai macam buku di dalam kelas
D. guru mengajarkan keterampilan bahasa secara terpisah
10. Cara guru melakukan penilaian dalam kelas Whole language adalah dengan ....
A. memberikan questionnaire
B. mengadakan role play
C. melakukan penilaian secara informal.
D. menguji secara lisan dan tertulis.
Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat pada bagian akhir Unit ini. Hitunglah jawaban Anda yang benar. Gunakanlah rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Subunit 1.
Rumus:
Jumlah jawaban Anda yang benar
Tingkat penguasaan = X 100%
10
Arti tingkat penguasaan yang Anda capai :
90 – 100% = baik sekali
80 - 89% = baik
70 – 79% = cukup
< 70% = kurang
Bila Anda mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat melanjutkan dengan Subunit 2. Selamat untuk Anda ! Tetapi apabila tingkat penguasaan Anda masih di bawah 80%, Anda harus mempelajari kembali Subunit 1 terutama bagian yang belum Anda kuasai.
Subunit 2
Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia
Sekolah Dasar
Pendahuluan
audara, pada subunit 1 Anda telah mempelajari pengertian dan macam-macam pendekatan bahasa Indonesia di SD. Pada subunit 2 ini Anda akan mempelajari sajian materi metode pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya pembelajaran bahasa Indonesia di kelas rendah, yaitu pembelajaran membaca dan menulis per-mulaan. Metode-metode tersebut adalah metode eja, metode suku kata dan kata, metode global, dan metode SAS. Setelah kajian materi ini dapat dipahami, Anda diharapkan dapat mengidentifikasi berbagai metode pembelajaran Bahasa Indonesia di SD. Untuk memudahkan memahami isi subunit 2 ini, se-baiknya Anda mempelajari dahulu pengertian metode. Silakan Anda ikuti paparan berikut.
Pengertian Metode
Dalam dunia pengajaran, metode adalah rencana penyajian bahan yang menye-luruh dengan urutan yang sistematis berdasarkan pendekatan tertentu. Jadi, metode merupakan cara melaksanakan pekerjaan, sedangkan pendekatan bersifat filosofis/aksioma. Karena itu, dari suatu pendekatan dapat tumbuh beberapa metode. Misalnya dari aural-oral approach (mendengar berbicara) dapat tumbuh metode mimikri-memorisasi, metode pattern-practice (pola-pola praktis), dan metode lainnya yang mengutamakan kemampuan berbahasa, khususnya kemampuan berbicara (bahasa lisan) melalui latihan intensif (drill). Cognitive cove learning theory melahirkan metode grammatika-terjemahan yang mengutamakan penguasaan kaidah tata bahasa dan pengetahuan tentang bahasa
Pada hakikatnya, metode terdiri atas empat langkah, yaitu seleksi, gradasi, pre-sentasi, dan repetisi. Unsur seleksi dan gradasi materi pelajaran merupakan unsur yang tak terpisahkan dengan unsur presentasi dan repitisi dalam membentuk suatu metode mengajar (Mackey dalam Subana, 20). Metode pembelajaran bahasa di kelas rendah akan diuraikan sebagai berikut.
1. Metode Eja
Pembelajaran MMP dengan metode eja memulai pengajarannya dengan mem-perkenalkan huruf-huruf secara alpabetis. Huruf-huruf tersebut dihafalkan dan dilafalkan murid sesuai dengan bunyinya menurut abjad. Sebagai contoh A a, B b, C c, D d, E e, F f dan seterusnya, dilafalkan sebagai a, be, ce, de, e, ef, dan seterusnya. Kegiatan ini diikuti dengan latihan menulis lambang tulisan, seperti a, b, c, d, dan seterusnya atau dengan huruf rangkai, a, b, c, d, dan seterusnya.
Setelah melalui tahapan ini, para murid diajarkan untuk berkenalan dengan suku kata dengan cara merangkaikan beberapa huruf yang sudah dikenalnya.
Misalnya : b, a ba (dibaca be. a ba)
d, u du (dibaca de. u du)
ba-du dilafalkan badu
b, u, k,u menjadi b,u bu (dibaca be, u bu)
k,u ku (dibaca ka,u ku)
Proses ini sama dengan menulis permulaan, setelah murid-murid dapat menulis huruf-huruf lepas, kemudian dilanjutkan dengan belajar menulis rangkai huruf yang berupa suku kata. Sebagai contoh, ambillah kata “badu” tadi. Selanjutnya, murid diminta menulis seperti ini: ba – du badu.
Proses pembelajaran selanjutnya adalah pengenalan kalimat-kalimat sederhana. Contoh-contoh perangkaian huruf menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, dan kata menjadi kalimat diupayakan mengikuti prinsip pendekatan spiral, pendekatan komunikatif, dan pendekatan pengalaman berbahasa. Artinya, pemilihan bahan ajar untuk pembelajaran MMP hendaknya dimulai dari hal-hal yang konkret menuju hal-hal yang abstrak, dari hal-hal yang mudah, akrab, familiar dengan kehidupan murid menuju hal-hal yang sulit dan mungkin merupakan sesuatu yang baru bagi murid.
Kelemahan yang mendasar dari penggunaan metode eja ini meskipun murid mengenal dan hafal abjad dengan baik, namun murid tetap mengalami kesulitan dalam mengenal rangkaian-rangkaian huruf yang berupa suku kata atau kata. Anak yang baru mulai belajar membaca, mungkin akan mengalami kesukaran dalam memahami sistem pelafalan bunyi b dan a dilafalkan /a/. Mengapa kelompok huruf ba dilafalkan /ba/, bukan /bea/, seperti tampak pada pelafalan awalnya? Hal ini, tentu akan membingungkan murid. Penanaman konsep hafalan abjad dengan menirukan bunyi pelafalannya secara mandiri, terlepas dari konteksnya, menyebab-kan murid mengalami kebingungan manakala menghadapi bentukan-bentukan baru, seperti bentuk kata dan bentuk kata tadi.
Di samping hal tersebut, hal lain yang dipandang sebagai kelemahan dari penggunaan metode ini adalah dalam pelafalan diftong dan fonem-fonem rangkap, seperti ng , ny , kh, au, oi, dan sebagainya. Sebagai contoh fonem ng, murid-murid mengenal huruf tersebut sebagai /en/ dan /ge/. Dengan demikian, mereka berkesimpulan bahwa fonem itu jika dilafalkan akan menjadi /enge/ atau /neg/ atau /nege/.
Bertolak dari kedua kelemahan tersebut, tampaknya proses pembelajaran melalui sistem tubian dan hafalan akan mendominasi proses pembelajaran MMP dengan metode ini. Pada hal, seperti yang Anda ketahui, pendekatan CBSA meru-pakan ciri utama dari pelaksanaan Kurikulum SD yang saat ini berlaku. Prinsip “menemukan sendiri” sebagai cerminan dari pendekatan CBSA dalam proses pem-belajaran menjadi terabaikan bahkan terhapus dengan penggunaan metode ini.
2. Metode Suku Kata dan Metode Kata
Proses pembelajaran MMP dengan metode ini diawali dengan pengenalan suku kata, seperti ba, bi, bu, be, bo, ca, ci, cu, ce, co, da, di, du, de, do, ka, ki, ku, ke, ko dan seterusnya. Suku-suku kata tersebut kemudian dirangkaikan menjadi kata-kata bermakna. Sebagai contoh, dari daftar suku kata tadi, guru dapat membuat berbagai variasi paduan suku kata menjadi kata-kata bermakna, untuk bahan ajar MMP. Kata-kata tadi misalnya:
ba - bi cu - ci da - da ka - ki
ba - bu ca - ci du - da ku - ku
bi - bi ci - ca da - du ka - ku
ba - ca ka - ca du - ka ku – da
Kegiatan ini dapat dilanjutkan dengan proses perangkaian kata menjadi kalimat sederhana. Contoh perangkaian kata menjadi kalimat dimaksud, seperti tampak pada pada contoh di bawah ini.
ka - ki ku - da
ba - ca bu - ku
cu - ci ka - ki (dan seterusnya)
Proses perangkaian suku kata menjadi kata, kata menjadi kalimat sederhana, kemudian ditindaklanjuti dengan proses pengupasan atau penguraian bentuk-bentuk tersebut menjadi satuan bahasa terkecil di bawahnya, yakni dari kalimat ke dalam kata dan kata ke dalam suku-suku kata. Proses pembelajaran MMP yang melibatkan kegiatan merangkai dan mengupas, kemudian dilahirkan istilah lain untuk metode ini, yakni Metode Rangkai Kupas.
Jika kita simpulkan, langkah-langkah pembelajaran MMP dengan metode suku adalah:
a.
tahap pertama, pengenalan suku-suku kata;
b.
tahap kedua, perangkaian suku-suku kata menjadi kata;
c.
tahap ketiga, perangkaian kata menjadi kalimat sederhana
d.
tahap keempat, pengitegrasian kegiatan perangkaian dan pengupasan
(kalimat kata-kata suku-suku kata)
Metode suku kata/silaba, saat ini tampaknya sedang populer dalam pembelajaran baca tulis Al-Quran. Dalam pembelajaran baca tulis Al-Quran, metode ini dikenal dengan istilah “Metode Iqro”
Proses pembelajaran MMP seperti yang digambarkan dalam langkah-langkah di atas dapat pula dimodifikasi dengan mengubah objek pengenalan awalnya. Sebagai contoh, proses pembelajaran MMP diawali dengan pengenalan sebuah kata tertentu. Kata ini, kemudian dijadikan lembaga sebagai dasar untuk pengenalan suku kata dan huruf. Artinya kata dimaksud diuraikan (dikupas) menjadi suku kata, suku kata menjadi huruf-huruf. Selanjutnya, dilakukan proses perangkaian huruf menjadi suku kata dan suku kata menjadi kata. Dengan kata lain, hasil pengupasan tadi dikembalikan lagi ke bentuk asalnya sebagai kata lembaga (kata semula).
Proses pembelajaran MMP dengan metode ini melibatkan serangkaian proses “pengupasan” dan “perangkaian”. Oleh sebab itu, metode ini dikenal juga sebagai “Metode Kupas Rangkai”. Sebagian orang menyebutnya “Metode Kata” atau “Metode Kata lembaga”.
3. Metode Global
Sebagian orang mengistilahkan metode ini sebagai “Metode Kalimat”. Global artinya secara utuh dan bulat. Dalam metode global yang disajikan pertama kali kepada murid adalah kalimat seutuhnya. Kalimat tersebut dituliskan di bawah gambar yang sesuai dengan isi kalimatnya. Gambar itu ditujukan untuk mengingat-kan murid kepada kalimat yang ada di bawahnya. Setelah berkali-kali membaca, murid dapat membaca kalimat-kalimat itu secara global tanpa gambar.
Sebagai contoh, di bawah ini dapat Anda lihat bahan ajar untuk MMP yang menggunakan metode global.
a.
Memperkenalkan gambar dan kalimat
b.
Menguraikan salah satu kalimat menjadi kata; kata menjadi suku kata;suku
c.
Kata menjadi huruf-huruf.
ini mama
i n i m a m a
i-ni ma – ma
i-n-i m-a – m-a
4. Metode Struktural Analisis Sintesis (SAS)
Pada bagian ini, Anda akan mempelajari tentang pengertian metode SAS; landasan metode SAS; peranan metode SAS; kebaikan dan kelemahan metode; pemilihan bahan dan urutan pembelajaran dengan metode SAS; prinsip pengajaran dengan metode SAS; teknik pembelajaran dengan metode SAS; dan prosedur penggunaan metode SAS.
Pengertian
Metode SAS merupakan singkatan dari “Struktural Analitik Sintetik”. Metode SAS merupakan salah satu jenis metode yang biasa digunakan untuk proses pembelajaran MMP bagi siswa pemula. Pembelajaran MMP dengan metode ini mengawali pembelajarannya dengan dua tahap, yakni menampilkan dan memper-kenalkan sebuah kalimat utuh. Mula-mula anak disuguhi sebuah struktur yang memberi makna lengkap, yakni struktur kalimat. Hal ini dimaksudkan untuk mem-banguan konsep-konsep “kebermaknaan” pada diri anak. Akan lebih baik jika struktur kalimat yang disajikan sebagai bahan pembelajaran MMP dengan metode ini adalah struktur kalimat yang digali dari pengalaman berbahasa si pembelajar itu sendiri. Untuk itu, sebelum kegiatan belajar-mengajar (KBM) MMP yang sesungguhnya dimulai, guru dapat melakukan pra-KBM melalui berbagai cara. Sebagai contoh, guru dapat memanfaatkan gambar, benda nyata, tanya jawab in-formal untuk menggali bahasa siswa. Setelah ditemukan suatu struktur kalimat yang dianggap cocok untuk materi MMP dimulai dengan pengenalan struktur kalimat.
Kemudian, melalui proses analitik, anak-anak diajak untuk mengenal konsep kata. Kalimat utuh dijadikan tonggak dasar untuk pembelajaran membaca permulaan ini diuraikan ke dalam satuan-satuan bahasa yang lebih kecil yang disebut kata. Proses penganalisisan atau penguraian ini terus berlanjut hingga sampai pada wujud satuan bahasa terkecil yang tidak bisa diuraikan lagi, yakni huruf-huruf. Dengan demikian, proses penguraian/pengalisisan dalam pembelajaran MMP dengan metode SAS, meliputi:
1.
kalimat menjadi kata-kata;
2.
kata menjadi suku-suku kata; dan
3.
suku kata menjadi huruf-huruf.
Metode SAS ini bersumber dari ilmu jiwa Gestalt, suatu aliran dalam ilmu jiwa totalitas yang timbul sebagai reaksi atas ilmu jiwa unsuri. Psikologi Gestalt menganggap segala penginderaan dan kesadaran sebagai suatu keseluruhan. Artinya, keseluruhan lebih tinggi nilainya daripada jumlah bagian masing-masing. Jadi, pengamatan pertama atau penglihatan orang-orang atas sesuatu bersifat menyeluruh atau global.
Landasan Metode SAS
Pengembangan metode SAS dilandasi oleh filsafat strukturalisme, psikologi Gestalt, landasan pedagogik, dan landasan kebahasaan (Subana, tanpa tahun : 178-180)
1. Landasan Filsafat Strukturalisme
Filsafat strukturalisme merumuskan bahwa segala sesuatu yan ada di dumia merupakan suatu struktur yang terdiri atas berbagai kompomnen yag terorganisasikan secara teratur. Setiap komponen terdiri atas bagian yang kecil, yang satu dan lainnya saling berkaitan. Karena merupakan suatu sistem yang berstruktur, maka bahasa sesuai dengan pandangan dan prinsip strukturalisme.
2. Landasan Psikologi Gestalt
Psikologi Gestalt merumuskan bahwa menulis adalah mengenal sesuatu di luar dirinya melalui bentuk keseluruhan (totalitas). Penganggapan manusia terhadap sesuatu yang berada di luar dirinya mula-mula secara global, kemudian mengenali bagian-bagiannya, makin sering seseorang mengamati suatu bentuk, makin tampak pula dengan jelas bagian-bagiannya. Penyandaran manusia atas bagian-bagain dari totalitas bentuk itu merupakan proses analisis-sintesis. Jadi, proses analisis-sintesis dalam diri manusia adalah proses yang wajar karena manusia memiliki sifat melek (ingin tahu).
3. Landasan Pedagogis
Landasan pedagogis meliputi: (1) mendidik adalah membantu siswa untuk me-ngembangkan potensi yang ada dalam dirinya serta pengalamannya. Artinya, dalam membelajarkan murid, guru harus mampu membimbing siswa untuk mengembangkan kedua potensi itu, khususnya dalam aspek bahasa dan kebahasaan; (2) membimbing murid untuk menemukan jawaban dalam memecahkan masalah. Hal ini sejalan dengan prinsip metode SAS yang mengemukakan bahwa mendidik pada dasarnya mengorganisasikan potensi dan pengalaman siswa.
4. Landasan Linguistik
Secara totalitas, bahasa adalah tuturan dan bukan tulisan. Fungsi bahasa adalah alat komunikasi maka selayaknya bila bahasa itu berbentuk percakapan. Bahasa Indonesia mempunyai struktur tersendiri. Unsur bahasa dalam metode ini adalah kalimat. Karena sebagiain besar penutur bahasa adalah penutur dua bahasa, yaitu bahasa ibu dan bahasa Indonesia, penggunaaan metode SAS dalam membaca dan menulis permulaaan sangat tepat digunakan. Pembelajaran yang dianjurkan adalah analisis secara normatif, artinya murid diajak untuk membedakan penggunaan bahasa yang salah dan yang benar, serta membedakan bahasa baku dan bahasa nonbaku.
Peranan Metode SAS
Prinsip-prinsip yang terkandung dalam metode SAS pada hakikatnya sesuai dengan prinsip cara berpikir manusia. Berpikir secara analisis-sintesis dapat mem-berikan arah pada pemikiran yang tepat sehingga murid dapat mengetahui kedudukan dirinya dalam hubungannya dengan masyarakat dalan alam sekitarnya.
Kebaikan Metode SAS
Melihat prosesnya, tampaknya metode SAS merupakan campuran dari metode-metode MMP seperti yang telah kita bicarakan di atas. Oleh karena itu, penggunaan metode SAS dalam pengajaran MMP pada sekolah-sekolah kita di tingkat SD pernah dianjurkan, bahkan diwajibkan pemakaiannya oleh pemerintah.
Beberapa manfaat yang dianggap sebagai kelebihan dari metode ini, di antaranya sebagai berikut. (1) Metode ini sejalan dengan prinsip linguistik (ilmu bahasa) yang memandang satuan bahasa terkecil yang bermakna untuk berkomunikasi adalah kalimat. Kalimat dibentuk oleh satuan-satuan bahasa di bawahnya, yakni kata, suku kata, kata, dan akhirnya fonem (huruf-huruf). (2) Menyajikan bahan pelajaran yang sesuai dengan perkembangan dan pengalaman bahasa siswa yang selaras dengan situasi lingkungannya. (3) Metode ini sesuai dengan prinsip inkuiri. Murid mengenal dan memahami sesuatu berdasarkan hasil temuannya sendiri. Dengan begini, murid akan merasa lebih percaya diri atas kemampuannya sendiri, sikap seperti ini akan membantu murid dalam mencapai keberhasilan belajar.
Pemilihan Bahan dan Urutan Pembelajaran
Sesuai dengan kandungan Kurikulum Pendidikan dasar bahwa proses pem-belajaran dilaksanakan secara tematis dan kontekstual, pemilihan bahasan pembelajaran bahwa Indonesia dengan menggunakan metode SAS ini disandarkan pada konteks kehidupan sehari-hari.Hal ini dilakukan dengan memilih tema yang sesuai. Selain itu, perlu juga dipertimbangkan urutan perkembangan murid dalam mempelajari bahasa, yaitu dengan menyajikan urutan menyimak atau mendengarkan, memahami, menirukan, dan menggunakan bahasa sesuai dengan lingkungannya.
Pemilihan bahan ajar tersebut harus memenuhi kaidah-kaidah: (1) taraf per-kembangan jiwa; (2) fungsinya sebagai alat komunikasi; dan (3) minat murid agar terangsang untuk menggunakan bahasa.
Urutan pembelajaran, baik secara lisan maupun tulisan, disandarkan pada aspek keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, wicara, membaca, dan menulis.
Prinsip Pengajaran dengan Metode SAS
Ada beberapa prinsip-prinsip dalam pembelajaran menggunakan metode SAS. Prinsip tersebut adalah : (1) kalimat adalah unsur bahasa terkecil sehingga pengajaran dengan menggunakan metode ini harus dimulai dengan menampilkan kalimat secara utuh dan lengkap berupa pola-pola kalimat dasar; (2) struktur kalimat yang ditampilkan harus menimbulkan konsep yang jelas dalam pikiran/pemikiran murid. Hal ini dapat dilakukan dengan menampilkannya secara berulang-ulang sehingga merangsang murid untuk mengetahui bagian-bagiannya; (3) adakan analisis terhadap struktur kalimat tersebut untuk unsur-unsur struktur kalimat yang ditampilakan; (4) unsur-unsur yang ditemukan tersebut kemudian dikembalikan pada bentuk semula (sintesis). Pada taraf ini, murid harus mampu menemukan fungsi setiap unsur serta hubungannya satu dan lain sehingga kembali terbentuk unsur semula; (5) struktur yang dipelajari hendaknya merupakan pengalaman bahasa murid sehingga mereka mudah memahami serta mampu menggunakannya dalam berbagai situasi.
Teknik pembelajaran dengan Metode SAS
Teknik pelaksanaan metode SAS ialah keterampilan memilih kartu huruf, kartu kata, kartu suku kata, dan kartu kalimat. Sementara sebagaian murid mencari huruf, suku kata, kata, guru dan sebagian murid lainnya menempelkan kata-kata yang tersusun sehingga menjadi kalimat yang berarti. Demikian seterusnya sehingga seluruh murid memperoleh giliran untuk menyusun kalimat, membacanya, dan mengutipnya sebagai pelajaran keterampilan menulis.
Prosedur Penggunaan Metode SAS
Pembelajaran membaca permulaan bagi siswa kelas 1 SD dapat dibedakan ke dalam dua tahapan, yakni belajar membaca tanpa buku dan belajar membaca dengan menggunakan buku. Mengenai hal itu Momo dalam Zuchdi (1997: 55) mengemukakan beberapa cara.
Langkah-langkah pembelajaran Membaca Permulaan Tanpa Buku
1. Merekam bahasa murid
Bahasa yang digunakan di dalam percakapan mereka direkam untuk digunakan sebagai bahan bacaan. Karena bahasa yang digunakan sebagai bacaan adalah ba-hasa murid sendiri maka murid tidak akan mengalami kesulitan.
2. Menampilkan gambar sambil bercerita
Dalam hal ini, guru memperlihatkan gambar kepada murid, sambil bercerita sesuai dengan gambar tersebut. Kalimat-kalimat yang digunakan guru dalam bercerita itu digunakan sebagai pola dasar bahan membaca.
Contoh : Guru memperlihatkan gambar seorang anak yang sedang menulis, sambil bercerita,
Ini Adi
Adi duduk di kursi
Ia sedang menulis surat. dan sterusnya.
Kalimat-kalimat guru tersebut ditulis di papan tulis dan digunakan sebagai bahan bacaan.
3. Membaca gambar
Contoh: Guru memperlihat gambar seorang ibu yang sedang memegang sapu, sambil mengucapkan kalimat “ini ibu”. Murid melanjutkan membaca gambar tersebut dengan bimbingan guru.
4. Membaca gambar dengan kartu kalimat
Setelah murid dapat membaca gambar dengan lancar, guru menempatkan kartu kalimat di bawah gambar. Untuk memudahkan pelaksanaanya dapat digunakan media berupa papan selip atau papan flanel, kartu kalimat, kartu kata, dan kartu gambar. Dengan menggunakan kartu-kartu dan papan selip atau papan flannel, maka pada saat menguraikan dan menggabungkan kembali kartu-kartu tersebut akan lebih mudah.
5. Membuat kalimat secara struktural (S)
Setelah murid mulai dapat membaca tulisan di bawah gambar, sedikit demi sedikit gambar dikurangi sehingga mereka dapat membaca tanpa dibantu gambar. Dalam kegiatan ini media yang digunakan adalah kartu-kartu kalimat serta papan selip atau papan flannel. Dengan dihilangkannya gambar maka yang dibaca murid adalah kalimat:
Misalnya:
ini bola adi
ini bola ali
ini bola tuti
6. Proses analitik (A)
Sesudah murid dapat membaca kalimat, mulailah murid menganalisis kalimat itu menjadi kata, kata menjadi suku kata, suku kata menjadi huruf
Misalnya:
ini bola
i ni bo la
i ni bo la
i n i b o l a.
8. Proses sistetik (S)
Setelah murid mengenal huruf-huruf dalam kalimat yang diuraikan, huruf-huruf itu dirangkaikan lagi menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, dan kata menjadi kalimat semula.
Misalnya
i n i b o l a
i ni bo la
ini bola
ini bola
Secara utuh, proses SAS tersebut sebagai berikut:
ini bola
ini bola
i ni bo la
i n i b o l a
i ni bo la
ini bola
ini bola
Langkah-langkah Pembelajaran Membaca Permulaan
1. Menggunakan Buku
Setelah Anda memastikan diri bahwa murid-murid Anda mengenal huruf-huruf dengan baik melalui pembelajaran membaca tanpa buku, langkah selanjutnya adalah murid Anda mulai diperkenalkan dengan lambang-lambang tulisan yang tertulis dalam buku. Langkah awal yang paling penting di dalam pembelajaran membaca permulaan dengan buku adalah bagaimana menarik minat dan perhatian siswa agar mereka merasa tertarik dengan buku (bacaan) dan mau belajar dengan keinginnannya sendiri, tanpa merasa terpaksa untuk melakukannya.
Ada beberapa tawaran alternatif langkah pembelajaran membaca permulaan dengan buku, antara lain sebagai berikut.
a.
Murid diberi buku (paket) yang sama dan diberi kesempatan untuk melihat-lihat isi buku tersebut. Mereka mungkin membuka-buka dan membolak-balik halaman demi halaman dari buku tersebut hanya sekedar untuk melihat-lihat gambarnya saja.
b.
Murid diberi penjelasan singkat mengenai buku tersebut, tentang warna, jilid, tulisan/judul luar, dan sebagainya.
c.
Murid diberi penjelasan dan petunjuk tentang bagaimana cara membuka halaman-halaman buku agar buku tetap terpelihara dan tidak cepat rusak.
d.
Murid diberi penjelasan tentang mengenai fungsi dan kegunaan angka-angka yang menunjukkan halaman-halaman buku.
e.
Murid diajak untuk memusatkan perhatian pada salah satu teks/bacaan yang terdapat pada halaman tertentu.
f.
Jika bacaan itu disertai gambar, sebaiknya terlebih dahulu guru bercerita tentang gambar dimaksud.
g.
Selanjutnya, barulah pembelajaran membaca dimulai. Guru dapat mengawali pembelajaran ini dengan cara yang berbeda-beda. Ada yang mengawalinya dengan pemberian contoh (membaca pola kalimat yang tersedia dengan lafal dan intonasi yang baik dan benar), ada yang langsung meminta contoh dari salah seorang murid yang dianggap sudah mampu membaca dengan baik, atau cara lainnya.
Pembelajaran membaca selanjutnya dapat dilakukan seperti contoh-contoh model pembelajaran membaca tanpa buku. Perbedaanya terletak pada alat ajarnya. Membaca tanpa buku dilakukan dengan memanfaatkan gambar-gambar, kartu-kartu, dan lain-lain, sedangkan membaca dengan buku memanfaatkan buku sebagai alat dan sumber belajar.
Hal lain yang perlu Anda perhatikan dalam pembelajaran MMP adalah penetapan prinsip dan hakikat pembelajaran bahasa (dalam hal ini bahasa Indonesia). Salah satu prinsip pengajaran bahasa dimaksud adalah bahwa pembelajaran bahasa harus dikembalikan kepada fungsi utamanya sebagai alat komunikasi. Oleh karena itu, model pembelajaran bahasa harus didasarkan pada pendekatan komunikatif-integratif. Artinya, di samping mengajarkan membaca, guru juga harus pandai menggali potensi murid dalam melakukan aktivitas berbahasa, seperti menyimak, berbicara, menulis, apresiasi satra, dan sejenisnya.
Latihan
Untuk memantapkan pemahaman Anda terhadap uraian materi di atas, sebaiknya Anda mengerjakan latihan di bawah ini. Pelajari ilustrasi yang disajikan di bawah ini, kemudian tentukan metode MMP yang digunakan untuk setiap kasus tersebut!
1. Lena sedang mengajari adiknya membaca.
Lena | : Sekarang Kiki harus menghafalkan huruf- huruf ini Coba perhatikan : a, be, ce, de, ef, (sambil menujuk abjad A, B, C, D, E, F, G) sudah dulu sampai di situ. |
Kiki | : a, be, ce, de, e, ef, ge (menirukan bunyi-bunyi yang diucapkan kakaknya). |
Lena | : Bagus, coba ini apa? (sambil memperlihatkan huru B, D, dan G) |
Kiki | : de, be, ge (terbata-bata) |
Lena | : Terbalik! Yang ini be (menunjuk huruf B) dan yang ini de (menunjuk huruf D) |
2. Ibu Ani, guru kelas 1 sedang mengajarkan membaca permulaan di kelasnya. Mula-mula ia memperlihatkan sebuah gambar perempuan muda. Di bawah gambar itu terdapat tulisan yang berbunyi “Ini nani” sambil menunjuk gambar. Ibu Ani berkali-kali mengatakan/ini nani/, dan murid-muridnya menuirukannya. Selanjutnya, gambar tadi tidak diperlihatkan, melainkan hanya lambang tulisannya saja. Kemudian Ibu Ani mengajari muridnya membaca seperti tadi.
3. Ibu Heni tidak mengalami kesulitan mengajari putrinya belajar membaca ketika mau masuk SD. Akan tetapi, Ibu Heni selalu dibuat jengkel oleh anaknya bila ibu Heni memperlihatkan huruf /ng/, anaknya selalu melafalkan /neg/. Berkali-kali Ibu Heni mengingatkan bahwa /en/ dan /eg/ itu bukan /neg/, melainkan /eng/.
Bagaimana, mudah bukan? Jika Anda ragu-ragu dengan hasil jawaban Anda, silakan Anda cocokkan dengan rambu-rambu jawaban berikut.
Pedoman Jawaban Latihan
1.
Jawaban ditentukan oleh sasaran pembelajaran membaca permulaan pada proses awal pembelajaran tersebut. Perhatikan hal apa yang pertama kali diperkenalkan serta bagaimana cara memperkenalkannya. Perhatikan bagaimana cara Lena melafalkan huruf-huruf.
2.
Jawaban ditentukan oleh bagaimana dan apa yang dilakukan guru dalam melak-sanakan proses pembelajaran MMP. Ingat, pembelajaran MMP itu diawali dengan memperkenalkan gambar yang disertai keterangan gambar dalam bentuk kalimat sederhana.
3.
Jawaban ditentukan oleh metode penyampaian pembelajaran membaca permula-an yang diawali dengan memperkenalkan huruf-huruf. Huruf-huruf itu dilafalkan sesuai dengan bunyinya, seperti a, eb, ec, dan seterusnya.
Rangkuman
Sajian pertama pada awal-awal anak memasuki lingkungan sekolah adalah program MMP (Membaca Menulis Permulaan). Dalam pelaksanaanya di dalam kelas dikenal bermacam-macam metode pembelajaran MMP, yakni metode eja, metode suku kata, metode kata, metode global, dan metode SAS. Pembelajaran MMP dengan metode eja dimulai dengan pengenalan unsur bahasa terkecil yang tidak bermakna, yakni huruf. Berbekal pengetahuan tentang huruf-huruf tersebut, kemudian pembelajaran MMP bergerak menuju satuan-satuan bahasa di atasnya, yakni suku kata, kata dan akhirnya kalimat. Perbedaan dari kedua metode ini terletak pada cara pelafalan abjadnya. Metode suku kata dan metode kata memulai pembelajatan MMP dari suku-suku kata (metode suku kata) dan dari kata (metode kata). Proses pembelajaran melalui kedua metode ini dilaksanakan dengan teknik mengupas dan teknik merangkai. Metode global dan metode SAS memiliki kesamaan dalam hal pengambilan titik tolak pembelajaran MMP. Proses pembelajaran dimaksud diawali dengan memperkenalkan struktur kalimat sebagai dasar bagi pembelajaran MMP. Perbedaannya proses pembelajaran MMP dengan metode global tidak disertai dengan proses sintesis, sedangkan SAS menuntut proses analisis dan proses sintesis. Pengembangan metode SAS dilandasi oleh filsafat strukturalisme, psikologi Gestalt, landasan paedagogik, dan landasan kebahasaan. |
Tes Formatif 2
Petunjuk: Untuk menguji pemahaman Anda akan uraian materi di atas, cobalah Anda kerjakan latihan berikut ini. Pilihlah salah satu jawaban yang Anda anggap paling tepat! (A, B, C, atau D).
1. Huruf a, b, c, d, e dilafalkan /a, be, ce, de, e/ merupakan cermin dari penggunaan metode....
A. bunyi
B. eja
C. global
D. SAS
2. Metode Iqro yang memulai pembelajaran baca tulis Al-Quran dengan pengenalan silabi-silabi pada dasarnya memiliki persamaan dengan metode ....
A. Suku kata
B. Bunyi
C. Kata
D. Eja
3. Proses pembelajaran MMP yang melibatkan kegiatan pengupasan dan perangkaian kata sebagai titik tolak pembelajaran merupakan cerminan dari penggunaan metode....
A.
suku kata
B.
SAS
C.
kata
D.
global
4. Huruf a,b, c, d, e dilafalkan/ a, eb, ec, ed,e/ merupakan cermin dari penggunaan metode....
A. bunyi
B. eja
C. global
D. SAS
5. Pembelajaran MMP dengan metode SAS diawali dengan pengenalan....
A. kartu kata
B. gambar
C. struktur kalimat
D. kartu huruf
6. Pernyataan berikut benar, kecuali….
A. pembelajaran MMP dengan metode Global diawali dengan pengenalan struktur kalimat
B. metode global dan metode SAS memiliki persamaan dalam hal proses sintetik unsur- unsur bahasa
C. metode eja dan metode bunyi mengawali pembelajaran MMP dengan pengenalan huruf-huruf
D. penyajian materi MMP harus mengikuti prinsip dari yang mudah ke yang sukar dan dari yang konkret ke yang abstrak
7. Proses deglobalisasi mengandung arti....
A proses pengupasan kalimat menjadi satuan-satuan yang lebih kecil
B. proses perangkaian unsur-unsur bahasa menjadi satuan yang lebih besar
C. proses struktural analisis sintesis dalam MMP
D. proses rangkai-kupas dalam pembelajarn MMP
8. Metose SAS dalam pembelajaran MMP memiliki kelebihan antara lain hal-hal berikut, kecuali....
A. sejalan dengan pendekatan pengalaman berbahasa.
B. sejalan dengan prinsip inkuiri
C. sejalan dengan prinsip hakikat komunikasi
D. sejalan dengan pendapat para pakar metode pembelajaran MMP
9. Tekinik drill cocok digunakan dalam pembelajaran MMP dengan menggunakan metode berikut, kecuali....
A. bunyi
B. eja
C. suku kata
D. SAS
10. Salah satu kelemahan metode Eja adalah....
A. adanya ketidaksesuaian antara pelafalan huruf lepas dengan hasil rangkaiannya
B. diperlukan guru yang sabar dan telaten
C. memerlukan banyak kartu huruf
D. pemakaian proses drill kurang efektif dalam pembelajaran MMP
Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang terdapat pada bagian akhir Unit ini. Hitunglah jawaban Anda yang benar. Gunakanlah rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Subunit 2.
Rumus:
Jumlah jawaban Anda yang benar
Tingkat penguasaan = X 100%
10
Arti tingkat penguasaan yang Anda capai :
90 – 100% = baik sekali
80 - 89% = baik
70 – 79% = cukup
< 70% = kurang
Bila Anda mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat melanjutkan dengan Unit selanjutnya. Selamat untuk Anda ! Tetapi apabila tingkat penguasaan Anda masih di bawah 80%, Anda harus mempelajari kembali materi Subunit 2 terutama bagian yang belum Anda kuasai.
Kunci Jawaban Tes Formatif
Tes Formatif 1
1. B : Pendekatan tujuan
2. B : Penilaian bahasa
3. C : Terlibat dalam pembelajaran secara aktif dan kreatif.
4. D : Pemanfaat media penulisan yang logis dan sitematis
5. D : Melaksanakan penelitian
6. A : Pembelajaran bahasa secara utuh dan terpadu
7. A : Menyatakan pendapat secara lisan
8. D : Memberikan tangapan tulisan siswa
9. B : Siswa bealajar sesuai dengan kemampuannya.
10. C : Melakukan penilaian secara informal
Tes Formatif 2
1.
Jawaban yang benar B (Metode Eja mengawali pembelajaran MMP dengan memperkenalkan huruf secara alpabetis).
2.
Jawaban yang benar A (yang mula-mula diperkenalkan adalah bunyi-bunyi silaba/suku kata).
3.
Jawaban yang benar C (Metode Kata menjadikan kata sebagai kata lembaga yang menjadi dasar untuk pembelajaran MMP. Kata tersebut kemudian dianalisis hingga menjadi huruf, kemudian disintesis kembali hingga menjadi wujud semula).
4.
Jawaban yang benar A (Metode Bunyi mengawali pembelajaran MMP dengan memperkenalkan huruf-huruf secara alpabetis, namun pelafalannya disesuaikan dengan bunyi huruf yang bersangkutan).
5.
Jawaban yang benar C (Huruf S yang pertama ada SAS adalah struktural, artinya memperkenalkan struktur bahasa yang bermakna dalam funsinya sebagai alat komunikasi, yakni berupa kalimat).
6.
Jawaban yang benar B (Metode SAS dan metode Global sama-sama memulai pembelajarannya dari pengenalan kalimat yang selanjutnya menjadi lembaga bagi proses penganalisisan, namun pada metode global, proses ini tidak disertai dengan proses sintesis).
7.
Jawaban yang benar A (Proses deglobalisasi sama dengan proses analisis atau pengupasan atau penguraian).
8.
Jawaban yang benar D (Dengan lahirnya bermacam-macam metode pembelajaran MMP menunjukkan bahwa para pakar memiliki konsep dan pandangan yang berbeda mengenai hal tersebut).
9.
Jawaban yang benar D (Penanaman konsep huruf dengan metode Bunyi dan metode Eja serta konsep silabi dengan metode Suku Kata harus dilakukan melalui penghafalan. Agar proses ini berhasil dengan baik harus dilakukan secara berulang-ulang, sedangkan melalui SAS anak diharapkan dapat memiliki suatu konsep tertentu berdasarkan hasil penemuannya sendiri).
10.
Jawaban yang benar A (Guru yang sabar dan telaten. Dengan menggunakan metode apa pun, alat peraga tetap diperlukan dalam PBM. Pengenalan konsep huruf secara lepas yang berbeda bunyinya dengan bunyi huruf yang sudah berupa kelompok/satuan huruf dapat membingungkan anak dalam belajar MMP).
Daftar Pustaka
Aminuddin. 199. Isi dan Strategi Pengajaran Bahasa dan Sastra. Malang.
Anderson, P.S. Langauge Skills in Elementary Education. New York: Macmillan Publishing Co., Inc.
Eanes, R. 1997. Content Area Literacy: Teaching for Today and Tomorrow. Albany: New York: Delmar Publishers.
Cox, Carole. 1999. Teaching Language Arts. USA: Allyn Bacon.
Depdiknas. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Goodman, K. 1986. What’s Whole Language? Portsmouth, NH: Heinnemann.
Lamme, L.L. & Hysmith, C. 1993. A Whole Language Base for Theme Studies in The Social Studies Curriclum. The Internatioanl Journal of Social Education, 8 (2), 52-65.
Puspita, Linda. 2000. Pembelajaran Membaca Pemahaman dengan Strategi Aktivitas Membaca Berpikir Terbimbing Siswa Kelas V SD. Thesis. Malang: Universitas Negeri Malang .
Roberts, P.l. 1996. Integrating Language Arts and Social Studies: for Kindergarten and Primary Children. Englewood Cliffts, NJ:Printice hall.
Routman, R. 1994. Invitations: Changing as teachers and Leaners KJ-12. Porthmouth:Heineman.
Santoso, Puji. 2003. Marteri dan Pembelajarn Bahasa Indonesia SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Subana, M. dan Sunarti. Tanpa tahun. Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia Bandung: Pustaka Setia.
Suratinah dan Prakoso, Teguh. 2003. Pendekatan Pembelakajran Bahasa dan Sastra Indonesia SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Tarigan, Djago. 2001. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesdia di Kelas Rendah. Universitas Terbuka.
Zuchdi, Darmiyati dan Budiasih. 1997. Pendidikan Bahasa Kelas Rendah. Jakarta: Dikti.
Glosarium
Approach : pendekatan
A way of beginning somethin : cara mulai sesuatu
Anecdote : buku catatan
Bulletin board : papan pajangan
Brainstorming : curah pendapat
Draft final : buram akhir
Feedback : umpan balik
Longman Dictionary of
Applied Linguistik : Kamus penerapan lingistik
Syllabus design : rancangan silabus
Whole language : pengajaran bahasa secara utuh
Language approach experience : pengalaman berbahasa.
Integrated : terpadu
Reading aloud : kegiatan membaca yang dilakukan oleh guru dan siswa.
Sustained Silent Reading : membaca dalam hati
Journal writing : menulis informal
Shared reading : kegiatan membaca bersama guru dan siswa.
Guided reading : membaca terbimbing.
Independent reading : membaca bebas
Independent writing : menulis bebas
Humanisme : perikemanusiaan
Literacy : keberwacanaan
Fasilitator : orang yang memberi fasilitas
Aural-oral approach : pendekatan mendengar berbicara
Drill : latihan lisan
Totalitas : keseluruhan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar