Somakim
PENDAHULUAN
pengajaran matematika di Sekolah Dasar sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, menurut kurikulum 2006, bertujuan antara lain agar siswa memiliki kemampuan menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. Hal ini mengisyaratkan bahwa pelajaran matematika pada dasarnya sangatlah abstrak, sehingga diperlukan metode atau strategi dalam menyampaikan materi matematika yang abstrak tersebut menjadi konkret, selanjutnya dari permasalahan yang konkret tesebut baru dialihkan kebentuk konsep-konsep matematika yang abstrak. Untuk mengawali penyampaian materi matematika yang abstrak melalui konkret itu dapat berpedoman pada teori belajar Dienes. Pada teori belajar Dienes, ditekankan pada pembentukan konsep-konsep melalui permainan yang mengarah pada pembentukkan konsep yang abstrak. Dengan demikian teori belajar Dienes sangatlah cocok diterapkan dalam pembelajaran matematika.
Teori belajar Dienes ini juga sangat terkait dengan teori belajar Piaget dan Pendekatan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM). Oleh karena itu dalam tulisan ini juga dibahas tentang teori belajar Dienes dan PAKEM
Pada Unit 2 ini Anda akan mengetahui dan memahami lebih rinci mengenai toeri belajar Dienes dan teori belajar yang terkait dengan teori Dienes. Pembahasannya juga diikuti dengan contoh-contoh. Dengan demikian Anda diharapkan benar-benar memahami materi Unit 2 ini. Setelah menyelesaikan modul ini, Anda diharapkan dapat menjelaskan pendekatan pembelajaran matematika dengan pendekatan teori belajar Dienes. Secara lebih terperinci, Anda diharapkan dapat:
1.
Memahami dan dapat menggunakan teori Dienes dalam pembelajaran matematika;
2.
Memahami keterkaitan teori belajar Dienes dengan teori Piaget;
3.
Memahami keterkaitan teori belajar Dienes dengan PAKEM;
4.
Memahami dan dapat menggunakan enam tahap belajar dari teori Dienes;
5.
Mengenal setiap individu anak didiknya dalam belajar matematika;
6.
Memahami teori belajar dan mengajar matematika di Sekolah Dasar berdasarkan teori Dienes;
7.
Memberi kesan pada anak didiknya bahwa matematika tidak sulit tetapi menantang melalui permainan matematika;
8.
Meningkatkan faktor pengaruh yang menyenangkan anak didik dalam belajar matematika.
Untuk membantu Anda mencapai tujuan tersebut, modul ini dibagi ke dalam dua sub unit sebagai berikut:
Sub Unit 1 : Konsep Dasar Teori Belajar Dienes
Sub Unit 2 : Penerapan Teori Belajar Dienes dalam Pembelajaran Matematika
Untuk memahami ketiga sub unit di atas, Anda dituntut untuk membaca setiap uraian materi dengan cermat, mencatat kata-kata kuncinya, serta mengerjakan latihan dan tes formatif secara disiplin. Dengan mengikuti petunjuk ini, mudah-mudahan mempelajari modul akan menjadi pekerjaan yang menyenangkan bagi Anda dan kesuksesan menanti Anda.
.
Sub Unit 1
KONSEP DASAR TEORI BELAJAR DIENES
eori belajar Dienes pada prinsipnya sangat relevan dengan teori perkembangan intelektual Piaget dan konsep Pembelajaran Aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM). Oleh karena itu, agar pemahaman Anda tentangi teori belajar Dienes lebih mudah Anda dapatkan, ada baiknya Anda pahami dulu teori perkembangan intelektuan Piaget dan PAKEM ini.
A. Teori Perkembangan Intelektual Piaget
Teori belajar Dienes sangat terkait dengan teori belajar yang dikemukakan oleh Piaget, yaitu mengenai teori perkembangan intelektual. Jean Piaget berpendapat bahwa proses berpikir manusia sebagai suatu perkembangan yang bertahap dari berpikir intelektual konkret ke abstrak berurutan melalui empat periode. Urutan periode itu tetap bagi setiap orang, namun usia atau kronologis pada setiap orang yang memasuki setiap periode berpikir yang lebih tinggi berbeda-beda tergantung kepada masing-masing individu.
Piaget adalah orang pertama yang menggunakan filsafat konstruktivis dalam proses belajar mengajar. Piaget (dalam Bell, 1981), berpendapat bahwa proses berpikir manusia merupakan suatu perkembangan yang bertahap dari berpikir intelektual kongkret ke abstrak berurutan melalui empat tahap perkembangan, sebagai berikut:
1.
Periode Sensori Motor (0 – 2) tahun. Karateristik periode ini merupakan gerakan-gerakan sebagai akibat reaksi langsung dari rangsangan. Rangsangan itu timbul karena anak melihat dan merab-raba objek. Anak itu belum mempunyai kesadaran adanya konsep objek yang tetap. Bila objek itu disembunyikan, anak itu tidak akan mencarinya lagi. Namun karena pengalamannya terhadap lingkungannya, pada akhir periode ini, anak menyadari bahwa objek yang disembunyikan tadi masih ada dan ia akan mencarinya.
2.
Periode Pra-operasional (2 – 7) tahun. Operasi yang dimaksud di sini adalah suatu proses berpikir atau logik, dan merupakan aktivitas mental, bukan aktivitas sensori motor. Pada periode ini anak di dalam berpikirnya tidak didasarkan kepada keputusan yang logis melainkan didasarkan kepada keputusan yang dapat dilihat seketika. Periode ini sering disebut juga periode pemberian simbol, misalnya suatu benda diberi nama (simbol). Pada periode ini anak terpaku kepada kontak langsung dengan lingkungannya, tetapi anak itu mulai memanipulasi simbol dari benda-benda sekitarnya. Walaupun pada periode permulaan pra-operasional ini anak mampu menggunakan simbol-simbol, ia masih sulit melihat hubungan-hubungan dan mengambil kesimpulan secara taat asas.
3.
Periode operasi kongkret (7 – 12) tahun. Dalam periode ini anak berpikirnya sudah dikatakan menjadi operasional. Periode ini disebut operasi kongkret sebab berpikir logiknya didasarkan atas manipulasi fisik dari objek-objek. Operasi kongkret hanyalah menunjukkan kenyataan adanya hubungan dengan pengalaman empirik-kongkret yang lampau dan masih mendapat kesulitan dalam mengambil kesimpulan yang logis dari pengalaman-pengamanan yang khusus. Pengerjaan-pengerjaaan logikd apat dilakukan dengan berorientasike objek-objek atau peristiwa-peristiwa yang langsung dialami anak. Anak itu belum memperhitungkan semua kemungkinan dan kemudian mencoba menemukan kemungkinan yang mana yangk akan terjadi. Anak masih terikat kepada pegakaman pribadi. Pengalaam anak masih kongkret dan belum formal. Dalam periode operasi kongkret, karateristik berpikir anak adalah sebagai berikut:
a.
Kombinasivitas atau klasifikasi adalah suatu operasi dua kelas atau lebih yang dikombinasikan ke dalam suatu kelas yang lebih besar. Anak dapat membentuk variasi relasi kelas dan mengerti bahwa beberapa kelas dapat dimasukkan ke kelas lain. Misalnya semua manusia lelaki dan semua manusia wanita adalah semua manusia. Hubungan A > B dan B > C menjadi A > C.
b.
Reversibilitas adalah operasi kebalikan. Setiap operasi logik atau matematik dapat dikerjakan dengan operasi kebalikan. Misalnya, 5 + ? = 9 sama dengan 9 – 5 = ?
Reversibilitas ini merupakan karakteristik utama untuk berpikir operasional di dalam teori Piaget.
c.
Asosiasivitas adalah suatu operasi terhadap beberapa kelas yang dikombinasikan menurut sebarang urutan. Misalnya himpunan bilangan bulat, operasi ”+”, berlaku hukum asosiatif terhadap penjumlahan.
d.
Identitas adalah suatu operasi yang menunjukkan adanya unsur nol yang bila dikombinasikan dengan unsur atau kelas hasilnya tidak berubah. Misalnya dalam himpunan bilangan bulat dengan operasi ”+”, unsur nol adalh 0 sehingga 8 + 0 = 8. Demikian juga suatu jumlah dapat dinolkan dengan mengkombinasikan lawannya, misalnya 4 – 4 = 0.
e.
Korespondensi satu – satu antara objek-objek dari dua kelas. Misalnya unsur dari suatu himpunan berkawan dengan satu unsur dari himpunan kedua dan sebaliknya.
f.
Kesadaran adanya prinsip-prinsip konservasi. Konservasi berkenaan dengan kesadaran bahwa satu aspek dari benda, tetap sama sementara itu aspek lainnya berubah. Namun prinsip konservasi yang dimilikianak pada periode ini masih belum penuh. Anak pada periode ini dilandasi oleh observasi dari pengalaman dengan objek nyata, tetapi ia sudah mulai menggeneralisasi objek-objek tadi.
4.
Periode Operasi Formal (> 12) tahun. Periode ini merupakan tahap terakhir dari keempat periode perkembangan intelektual. Periode operasi formal ini disebut juga disebut periode operasi hipotetik-deduktif yang merupakan tahap tertinggi dari perkmbangan intelektual. Anak-anak pada periode ini sudah memberikan alasan dengan menggunakan lebih banyak simbul atau gagasan dalam cara berpikir. Anak sudah dapat mengoperasikan argumen-argumen tanpa dikaitkan dengan benda-benda empirik. Ia mampu menggunakan prosedur seorang ilmuwan, yaitu menggunakan posedur hipotetik-deduktif. Anak mampu menyelesaikan masalah dengan cara yang lebih baik dan kompleks dari pada anak yang masih dalam tahap periode operasi kongkret. Konsep konservasi telah tercapai sepenuhnya.Anak sudah mampu menggunakan hubungan-hubungan di antara objek-objek apabila ternyata manipulasi objek-objek tidak memungkinkan. Anak telah mampu melihat hubungan-hubungan abstrak dan menggunakan proposisi-proposisi logik-formal termasuk aksioma dan definisi-definisi verbal. Anak juga sudah dapat berpikir kombinatorik, artinya bila anak dihadapkan kepada suatu masalah, ia dapat mengisolasi faktor-faktor tersendiri atau mengkombinasikan faktor-faktor itu sehingga menuju penyelesaian masalah tadi.
Menurut Piaget, tahap-tahap berpikir itu adalah pasti dan spontan namun umur kronolois yang diberikan itu adalah fleksibel, terutama selama transisi dari periode yang satu ke periode berikutnya. Umur kronologis itu dapat saling tindih bergantung kepada individu. Piaget berpendapat, tidak gunanya bila kita memaksa anak untuk cepat berpindah ke periode berikutnya.
B. Konsep PAKEM
Teori belajar Dienes yang menekankan pada tahapan permainan yang berarti pembelajaran yang diarahkan pada proses melibatkan anak didik dalam belajar. Hal ini berarti proses pembelajaran dapat membangkitkan dan membuat anak didik senang dalam belajar. Oleh karena itu teori belajar Dienes ini sangat terkait dengan konsep pembelajaran dengan pendekatan PAKEM (Pembelajaran Aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan). Berikut ini akan dijelaskan secara singkat tentang PAKEM.
Menurut Siswono (2004), PAKEM bertujuan untuk menciptakan suautu lingkungan belajar yang lebih melengkapi peserta didik dengan ketrampilan-keterampilan, pengetahuan dan sikap bagi kehidupan kelak. Aktif diartikan peserta didik maupun berinteraksi untuk menunjang pembelajaran. Guru harus menciptakan suasana sehingga peserta didik aktif bertanya, memberikan tanggapan, mengungkapkan ide dan mendemonstrasikan gagasan atau idenya. Guru aktif akan memantau kegiatan belajar peserta didik, memberi umpan balik, mengajukan pertanyaan menantang dan mempertanyakan gagasan anak didik. Dengan memberikan kesempatan peserta didik aktif akan mendorong kreativits peserta didik dalam belajar maupun memecahkan masalah. Kreatif diartikan guru memberikan variasi dalam kegiatan belajar mengajar dan membuat alat bantu baljar, bahkan mencipta teknik-teknik mengajar tertentu sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik dan tujuan belajarnya. Peserta didik akan kreatif, bila diberi kesempatan merancang/membuat sesuatu, menuliskan ide atau gagasan. Kegiatan tersebut akan memuaskan rasa keingintahuan dan imajinasi mereka. Apabila suasana belajaryang aktif dan kreatif terjadi, maka akan mendorong peserta didik untuk menyenangi dan memotivasi mereka untuk terus belajar. Menyenangkan diartikan sebagai suasana belajar mengajar yang ”hidup”, semarak, terkondisi untuk trus berlanjut, ekspresif, dan mendorong pemusatan perhatian peserta didik terhadap belajar. Agar menyenangkan dipelukan afirmasi (penguatan/pnegasan), memberi pengakuan dan merayakan kerja kerasnya dengan tepuk tangan, poster umum, catatan pribadi atau saling menghargai. Kegiatan belajar yang aktif, kreatif dan menyenangkan harus tetap bersandar pad tujuan atau kompetensi yang akan dicapai. Efektif yang diartikan sebagai ketercapaian suatu tujuan (kompetensi) merupakan pijakan utama suatu rancangan pembelajaran. Pembelajaran yang tampaknya aktif dan menyenangkan, tetapi tidak efektif akan tampak hanya sekedar permainan belaka.
Secara garis besar PAKEM menggambarkan kondisi-kondisi sebagai berikut:
a.
Perserta didik terlibat dalam berbagai kegiatan (aktifitas) yang mengembangan keterampilan, kemampuan dan pemahamannya dengan menekankan pada belajar dengan berbuat (learning by doing).
b.
Guru menggunakan berbagai stimulus/motivasi dan alat peraga, termasuk lingkungan sebagai sumber belajar agar pengajaran lebih menarik, menyenangkan dan relevan bagi peserta didik.
c.
Guru mengatur kelas untuk memajang buku-buku dan materi-materi yang menarik dan membuat ”pojok bacaan”.
d.
Guru menggunakan cara belajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk belajar kelompok.
e.
Guru mendorong peserta didik untuk menemukan caranya sendiri dalam menyelesaikan suatu masalah, mengungkapkan gagasannya, dan melibatkan peserta didik dalam menciptakan lingkungan sekolahnya sendiri.
Dalam pelaksanaan PAKEM perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu:
a)
memahami sifat anak
b)
mengenal peserta didik secara individu/perorangan
c)
memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar
d)
mengembangkan kemampuan bepikir kritis, kreatif dam kemampuan memecahkan masalah
e)
mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik
f)
memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar
g)
memberikan umpan balik yang bertanggung jawab untuk meningkan kegiatan belajar mengajar
h)
membedakan antara aktif fisik dn aktif mental.
C. Teori Belajar Dienes
Zoltan P. Dienes adalah seorang matematikawan yang memusatkan perhatiannya pada cara-cara pengajaran terhadap siswa-siswa. Dasar teorinya bertumpu pada Piaget, dan pengembangannya diorientasikan pada siswa-siswa, sedemikian rupa sehingga sistem yang dikembangkannya itu menarik bagi siswa yang mempelajarinya.
Dienes (dalam Ruseffendi, 1992) berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat dianggap sebagai studi tentang struktur, memisah-misahkan hubungan-hubungan di antara struktur-struktur dan mengkategorikan hubungan-hubungan di antara struktur-struktur. Seperti halnya dengan Bruner, Dienes mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk yang konkret akan dapat dipahami dengan baik. Ini mengandung arti bahwa jika benda-benda atau objek-objek dalam bentuk permainan akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran matematika.
Perkembangan konsep matematika menurut Dienes (dalam Resnick, 1981) dapat dicapai melalui pola berkelanjutan, yang setiap seri dalam rangkaian kegiatan belajar dari kongkret ke simbolik. Tahap belajar adalah interaksi yang direncanakan antara yang satu segmen struktur pengetahuan dan belajar aktif, yang dilakukan melalui media matematika yang disain secara khusus. Menurut Dienes, permainan matematika sangat penting sebab operasi matematika dalam permainan tersebut menunjukkan aturan secara kongkret dan lebih membimbing dan menajamkan pengertian matematika pada anak didik. Dapat dikatakan bahwa objek-objek kongkret dalam bentuk permainan mempunyai peranan sangat penting dalam pembelajaran matematika jika dimanipulasi dengan baik. Menurut Dienes (dalam Ruseffendi, 1992:125-127), konsep-konsep matematika akan berhasil jika dipelajari dalam tahap-tahap tertentu. Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi tahap, yaitu
1.
Permainan Bebas (Free Play)
Dalam setiap tahap belajar, tahap yan paling awal dari pengembangan konsep bermula dari permainan bebas. Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Anak didik diberi kebebasan untuk mengatur benda. Selama permainan pengetahuan anak muncul. Dalam tahap ini anak mulai membentuk struktur mental dan struktur sikap dalam mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang dipelajari. Misalnya dengan diberi permainan block logic, anak didik mulai mempelajari konsep-konsep abstrak tentang warna, tebal tipisnya benda yang merupakan ciri/sifat dari benda yang dimanipulasi.
2.
Permainan yang Menggunakan Aturan (Games)
Dalam permainan yang disertai aturan siswa sudah mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Keteraturan ini mungkin terdapat dalam konsep tertentu tapi tidak terdapat dalam konsep yang lainnya. Anak yang telah memahami aturan-aturan tadi. Jelaslah, dengan melalui permainan siswa diajak untuk mulai mengenal dan memikirkan bagaimana struktur matematika itu. Makin banyak bentuk-bentuk berlainan yang diberikan dalam konsep tertentu, akan semakin jelas konsep yang dipahami siswa, karena akan memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan matematis dalam konsep yang dipelajari itu. Menurut Dienes, untuk membuat konsep abstrak, anak didik memerlukan suatu kegiatan untuk mengumpulkan bermacam-macam pengalaman, dan kegiatan untuk yang tidak relevan dengan pengalaman itu. Contoh dengan permainan block logic, anak diberi kegiatan untuk membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang berwarna merah, kemudian membentuk kelompok benda berbentuk segitiga, atau yang tebal, dan sebagainya. Dalam membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang merah, timbul pengalaman terhadap konsep tipis dan merah, serta timbul penolakan terhadap bangun yang tipis (tebal), atau tidak merah (biru), hijau, kuning).
3.
Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities)
Dalam mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk melatih dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka dengan menstranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan lain. Translasi ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan semula. Contoh kegiatan yang diberikan dengan permainan block logic, anak dihadapkan pada kelompok persegi dan persegi panjang yang tebal, anak diminta mengidentifikasi sifat-sifat yang sama dari benda-benda dalam kelompok tersebut (anggota kelompok).
4.
Permainan Representasi (Representation)
Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Para siswa menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Setelah mereka berhasil menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-situasi yang dihadapinya itu. Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak, Dengan demikian telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang sifatnya abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari. Contoh kegiatan anak untuk menemukan banyaknya diagonal poligon (misal segi dua puluh tiga) dengan pendekatan induktif seperti berikut ini (gambar 2).
Segitiga Segiempat Segilima Seenam Segi dua puluh tiga
0 diagonal 2 diagonal 5 diagonal ... diagonal berapa diagonal
Gambar 2. Gambar diagonal suatu poligon
5.
Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization)
Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol matematika atau melalui perumusan verbal. Sebagai contoh, dari kegiatan mencari banyaknya diagonal dengan pendekatan induktif tersebut, kegiatan berikutnya menentukan rumus banyaknya diagonal suatu poligon yang digeneralisasikan dari pola yang didapat anak.
Banyak segi | 3 | 4 | 5 | ... | n |
Banyak diagonal | | | | ... | |
Tabel 1. Banyak diagonal suatu poligon
6.
Permainan dengan Formalisasi (Formalization)
Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini siswa-siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut, sebagai contoh siswa yang telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan teorema dalam arti membuktikan teorema tersebut. Contohnya, anak didik telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan suatu teorema berdasarkan aksioma, dalam arti membuktikan teorema tersebut. Karso (1999:1.20) menyatakan, pada tahap formalisasi anak tidak hanya mampu merumuskan teorema serta membuktikannya secara deduktif, tetapi mereka sudah mempunyai pengetahuan tentang sistem yang berlaku dari pemahaman konsep-konsep yang terlibat satu sama lainnya. Misalnya bilangan bulat dengan operasi penjumlahan peserta sifat-sifat tertutup, komutatif, asosiatif, adanya elemen identitas, an mempunyai elemen invers, membentuk sebuah sistem matematika.
Dienes (dalam Resnick, 1981) menyatakan bahwa proses pemahaman (abstracton) berlangsung selama belajar. Untuk pengajaran konsep matematika yang lebih sulit perlu dikembangkan materi matematika secara kongkret agar konsep matematika dapat dipahami dengan tepat. Dienes berpendapat bahwa materi harus dinyatakan dalam berbagai penyajian (multiple embodiment), sehingga anak-anak dapat bermain dengan bermacam-macam material yang dapat mengembangkan minat anak didik. Berbagai penyajian materi (multiple embodinent) dapat mempermudah proses pengklasifikasian abstraksi konsep.
Menurut Dienes, variasi sajian hendaknya tampak berbeda antara satu dan lainya sesuai dengan prinsip variabilitas perseptual (perseptual variability), sehingga anak didik dapat melihat struktur dari berbagai pandangan yang berbeda-beda dan memperkaya imajinasinya terhadap setiap konsep matematika yang disajikan. Berbagai sajian (multiple embodiment) juga membuat adanya manipulasi secara penuh tentang variabel-variabel matematika. Variasi matematika dimaksud untuk membuat lebih jelas mengenai sejauh mana sebuah konsep dapat digeneralisasi terhada konteks yang lain. Dengan demikian, semakin banyak bentuk-bentuk berlainan yang diberikan dalam konsep tertentu, semakinjelas bagi anak dalam memahami konsep tersebut.
Berhubungan dengan tahap belajar, suatu anak didik dihadapkan pada permainan yang terkontrol dengan berbagai sajian. Kegiatan ini menggunakan kesempatan untuk membantu anak didik menemukan cara-cara dan juga untuk mendiskusikan temuan-temuannya. Langkah selanjutnya, menurut Dienes, adalah memotivasi anak didik untuk mengabstraksikan pelajaran tanda material kongkret dengan gambar yang sederhana, grafik, peta dan akhirnya memadukan simbolo-simbol dengan konsep tersebut. Langkah-langkah ini merupakan suatu cara untuk memberi kesempatan kepada anak didik ikut berpartisipasi dalam proses penemuan dan formalisasi melalui percobaan matematika. Proses pembelajaran ini juga lebih melibatkan anak didik pada kegiatan belajar secara aktif darinpada hanya sekedar menghapal. Pentingnya simbolisasi adalah untuk meningkatkan kegiatan matematika ke satu bidang baru.
Dari sudut pandang tahap belajar, peranan guru adalah untuk mengatur belajar anak didik dalam memahami bentuk aturan-aturan susunan benda walaupun dalam skala kecil. Anak didik pada masa ini bermain dengan simbol dan aturan dengan bentuk-bentuk kongkret dan mereka memanipulasi untuk mengatur serta mengelompokkan aturan-aturan Anak harus mampu mengubah fase manipulasi kongkret, agar pada suatu waktu simbol tetap terkait dengan pengalaman kongkretnya.
Latihan
Untuk memantapkan pemahaman Anda terhadap materi di atas, coba kerjakan latihan di bawah ini!
1.
Setelah Anda membaca uraian di atas, cobalah Anda simpulkan bagaimana Anda memahami keterkaitan teori belajar Dienes dengan Teori belajar Piaget. Jelaskan mengapa Anda menyimpulkan seperti itu?
2.
Cobalah diskusikan dengan teman-teman Anda mengapa teori belajar Dienes dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika di Sekolah Dasar?
3.
Berikan masing-masing satu buah contoh soal permainan pada masing-masing tahap permainan menurut Dienes yang ada kaitan dengan materi matematika SD.
Petunjuk Jawaban Latihan
1.
Anda cermati kembali teori perkembangan inelektual Piaget dan Pendekatan PAKEM dengan teori belajar Dienes. Berdasarkan bekal tersebut, Anda dapat mengenal adanya suatu keterkaitan di antaranya.
2.
Pendapat Anda dapat saja berbeda-beda. Anda dapat menerima atau menolak pendapat tersebut dengan sejumlah argumentasi. Untuk memudahkan Anda mengemukakan pendapat, terlebih dahulu kaji kembali teori Dienes dan dihubungkan dengan materi pelajaran matematika di Sekolah Dasar.
3.
Sebelum diskusi, ada baiknya Anda mencermati Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Dasar terutama yang berkaitan dengan kompetensi yang harus dikuasai siswa Sekolah Dasar.
Rangkuman
Teori belajar Piaget terkait dengan perkembang intelektual anak dalam belajar, Piaget membagi tahapan belajar menjadi empat periode, yaitu (1) periode Sensori motor (0 – 2) tahun; (2) periode pra-operasional (2 – 7) tahun; periode operasi konkret (7 – 12) tahun; (4) periode formal (>12) tahun.
PAKEM adalah suatu bentuk pendekatan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. PAKEM dalam praktek pembelajarannya lebih berfokus pada keaktifan siswa, guru sebagai fasilitator saja.
Teori Belajar Dienes membagi belajar menjadi 6 tahapan, yaitu :
a)
Permainan Bebas (free play)
b)
Permainan yang disertai Aturan (games)
c)
Permainan Kesamaan Sifat (searching for comunities)
d)
Representasi (representation)
e)
Simbolisasi (symbolization)
Tes Formatif 1
Untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi ini, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut:
Pilih satu jawaban yang Anda anggap paling tepat!
1.
Teori belajar yang sangat mendukung teori belajar Dienes adalah ....
A. Gagne.
B. Van Hiele.
C. Bruner.
D. Piaget.
2.
Anak pada usia sekolah dasar pada umumnya berada pada tahap perkembangan intelektual ....
A. sensori-motor.
B. pra-operasional.
C. operasional kongkret.
D. formal.
3.
Implikasi dari teori belajar perkembangan Piaget dalam pembelajaran matematika di sekolah dssar adalah ....
A. pembelajaran memerlukan alat peraga.
B. pembelajaran dilakukan sambil bermain.
C. pembelajaran sesuai perbedaan siswa.
D. pembelajaran berpusat pada guru.
4.
Karakteristik Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM) kecuali ....
A. menggunakan sumber belajar yang bervariasi.
B. siswa belajar sambil berbuat.
C. dimulai dengan masalah nyata.
D. siswa sendiri yang menemukan konsep.
5.
Menurut Dienes, matematika pada hakikatnya adalah studi tentang ....
A. konsep-konsep dan prinsip-psinsip.
B. struktur-struktur dan hubungannya.
C. contoh soal dan latihan-latihannya.
D. konsep-konsep dan keterkaitannya.
6.
Permainan dalam teori belajar Dienes sangat penting dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar, karena ....
A. permainan menciptakan pembelajaran yang menyenangkan.
B. lebih memusatkan perhatian siswa pada pembelajaran.
C. keterlibatan aktivitas siswa dalam pembelajaran meningkat.
D. lebih menajamkan pengertian konsep kepada siswa.
7.
Jika siswa sudah belajar menarik kesimpulan dari keteraturan-keteraturan benda, maka berarti siswa telah berada pada tahap belajar ....
A. mencari kesamaan sifat.
B. representasi.
C. formalisasi.
D. simbolisasi.
8.
Pada permainan block logic, siswa diminta menyusun block yang warnanya sama. Hal ini menunjukan bahwa siswa telah berada pada tahap belajar ....
A. permainan bebas.
B. permainan menggunakan aturan.
C. permainan kesamaan sifat.
D. permainan representasi.
9.
Jika siswa sudah dapat menemukan rumus luas segitiga, berarti siswa telah berada pada tahap belajar ....
A. permainan menggunakan aturan.
B. permainan kesamaan sifat.
C. permainan dengan simbolisasi.
D. permainan dengan formalisasi.
10.
Hal yang perlu dipertimbangkan dalam menerapkan teori belajar Dienes adalah ....
A. variasi metode
B. variasi materi
C. kemampuan siswa
D. kemampuan guru
Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Fotrmatif 1 yang terdapat pada bagian akhir Unit ini. Hitunglah jawaban Anda yang benar. Gunakanlah rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Subunit 1.
Rumus:
Jumlah Jawaban Anda yang Benar
Tingkat Penguasaan = x 100%
10
Arti tingkat penguasaan yang Anda capai:
90% − 100% = baik sekali
80% − 89% = baik
70% − 79% = cukup
< 70% = kurang
Bila Anda mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat melanjutkan dengan Sub unit 2. Selamat untuk Anda ! Tetapi apabila tingkat penguasaan Anda masih di bawah 80%, Anda harus mempelajari kembali Sub unit 1 terutama bagian yang belum Anda kuasai.
Sub Unit 2
PENERAPAN TEORI BELAJAR DIENES
anyak orang yang tidak menyukai matematika, termasuk anak-anak yang masih duduk di bangku SD. mereka menganggap bahwa matematika sulit dipelajari seta gurunya kebanyakan tidak menyenangkan, membosankan, menakutkan, angker, dan sebagainya. Anggapan ini menyebabkan mereka semakin takut untuk belajar matematika. Sikap ini tentu saja mengakibatkan prestasi belajar matematika mereka menjadi rendah. Akibat lebih lanjut lagi mereka menjadi semakin tidak suka terhadap matematika. Kareana takut dan tidak suka belajar matematika, maka prestasi belajar matematika mereka manjadi semakin merosot. Hal ini perlu mendapat perhatian khusus dari para guru serta calon guru SD untuk melakukan suatu upaya agar dapat meningkatkan prestasi belajar matematika anak didik.
Belajar akan efektif jika dilakukan dalam suasana yang menyenangkan. Untuk itu, di dalam belajar, anak diberi kesempatan merencanakan dan menggunakan cara belajar yang mereka senangi. Pendapat ini juga berlaku bagi anak SD yang belajar matematika. Belajar matematika akan efektif jika dilakukan dalam suasana yang menyenangkan. Agar dapat memenuhi kebutuhan untuk dapat belajar matematika dalam suasana yang menyenangkan, maka guru harus mengupayakan adanya sutuasi dan kondisi yang menyenangkan Untuk itu guru memahami tentang perkembangan anak didik dalam belajar matematika, yang menyenangkan untuk dipelajari, maupun trik-trik yang menjadikan anak didik senang dan tidak bosan belajar matematika.
Pada Sub Unit 2 ini akan dibahas tentang bagaimana menerapkan teori belajar Dienes dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar dengan berbagai macam permainan interaktif . Pembahasan akan diawali dengan mengupas teori tentang perkembangan intelektual anak dalam belajar matematika, yang merupakan dasar pertimbangan bagi Guru untuk menentukan jenis permainan matematika yang sesuai dengan anak didik berikut strategi pembelajarannya.
A. Perkembangan Intelektual Anak dalam Belajar
Menurut Ruseffendi (1992), untuk dapat mengajarkan konsep matematika pada anak dengan baik dan mudah dimengerti, maka materi yang akan disampaikan hendaknya diberikan pada anak yang sudah siap intelektualnya untuk menerima materi tersebut. Contoh, meskipun anak berumur 3 tahun sudah dapat menghitung angka 1 –10, tetapi dia belum mengerti bilangan 1, 2, dan seterusnya. Oleh karena itu, dia akan kesulitan jika harus belajar tentang bilangan.
Agar anak dapat mengerti materi matematika yang dipelajari, maka dia harus sudah siap menerima materi tersebut, artinya anak sudah mempunyai hukum kekekalan dari jenjang materi matematika yang dipelajari. Menurut piaget (dalam Ruseffendi; 1992), ada enam tahap dalam perkembangan belajar anak yang disebut dengan hukum kekekalan, sebagai berikut:
1.
Hukum Kekekalan Bilangan (6 – 7 tahun)
Anak yang telah memahami hukum kekekalan bilangan akan mengerti bahwa banyaknya suatu benda-benda akan tetap meskipun letaknya berbeda-beda atau diubah letaknya. Anak yang sudah memahami hukum kekekalan bilangan sudah siap untuk menerima pelajaran konsep bilangan dan operasinya. Sementara itu, anak yang belum memahami hukum kekekalan bilangan baginya belum waktunya mendapatkan pelajaran operasi penjumlahan dan operasi hitung lainnya. Hukum kekekalan bilangan biasanya dipahami anak pada usia 6 – 7 tahun.
Seorang anak sudah memahami hukum kekekalan bilangan atau belum, dapat diketahui dengan diberikan kegiatan sebagai berikut:
a.
Buatlah dua kelompok benda (batu atau kelereng) yang besar dan banyaknya sama, serta penataan letaknya sama. Tanyakan pada anak yang diselidiki, dengan pertanyaan: banyaknya batu pada dua kelomok sama atau tidak? Pastikan bahwa anak akan memahami dengan benar hukum kekekalan tersebut kalau menjawab banyaknya sama (Gambar 3)
1.
2.
Gambar 3. Dua kelompok benda sama banyak dan sama letaknya.
b.
Di depan anak yang sedang diselidiki, salah satu dari kelompok batu itu disebar atau diubah letaknya. Kemudian tanyakan kembali pada anak tersebut, apakah banyaknya batu yang ada pada dua kelompok itu tetap sama atau tidak? Jika anak menjawab dengan pasti bahwa banyaknya batu tetap sama, maka anak tersebut sudah memahami hukum kekekalan bilangan. Jika anak tersebut ragu-ragu atau dijawabnya tidak sama, maka anak tersebut belum memahami hukum kekekalan bilangan (Gambar 4)
1.
2
Gambar 4. .Salah satu kelompok diubah letaknya.
Kegiatan atau permainan pemasangan satu-satu terhadap benda-benda dalam 2 kelompok tersebut dapat diberikan pada anak yang belum memahami kekekalan bilangan. Hal ini dimaksudkan untuk mempercepat pemahaman anak terhadap hukum kekekalan bilangan.
2. Hukum Kekekalan Materi ( 7 – 8 tahun)
Anak yang sudah memahami hukum kekekalan materi atau zat akan mengatakan bahwa materi atau zat akan tetap sama banyaknya meskipun diubah bentuknya atau dipindah tempatnya. Sedangkan anak yang belum memahami hukum kekekalan materi akan mengatakan, bahwa air pada dua mangkok yang berbeda besarnya menjadi tidak sama, meskipun anak tersebut tahu bahwa air itu dituangkan dari dua bejana yang sama besar dan sama banyaknya.
Anak yang belum memahami hukum kekekalan materi belum dapat melihat persamaan atau perbedaan dari satu sudut pandang saja. Contohnya, anak yang sudah dapat membedakan bilangan ganjil dan genap, bilangan kelipatan 3 dan bukan kelipatan 3, dan sebagainya. Masih akan kesulitan jika disuruh menentukan bilangan prima genap, atau bilangan genap kelipatan lima, dan sebagainya.
Pada umumnya, anak memahami hukum kekekalan materi pada usia sekitar 7 – 8 tahun. Untuk mengetahui pemahaman akar terhadap hukum kekekalan materi, kepadanya dapat diberikan bentuk kegiatan sebagai berikut.
a.
Sediakan dua bejana atau gelas yang sama bentuk dan ukurannya, kemudian isi dengan air atau sirup yang sama banyaknya. Tanyakan pada anak yang akan diselidiki akan banyaknya air atau sirup pada kedua bejana sama atau tidak? Pastikan bahwa anak akan memahami hukum tersebut kalau menjawab banyaknya air pada dua bejana yang diperlihatkan sama (gambar 4).
Gambar 4. Dua tempat yang sama diisi zat cair yang sama banyak
b.
Kemudian di depan anak tersebut, tuangkanlah air dari salah satu bejana pada sebuah mangkok yang berbeda bentuk dan ukurannya dengan bejana sampai habis. Kemudian tanyakan kembali pada anak tersebut, apakah banyaknya air yang ada di bejana dengan yang ada di mangkok tetap sama atau tidak? Jika anak menjawab dengan pasti bahwa banyaknya air tetap sama, maka anak tersebut sudah memahami hukum kekekalan materi (gambar 5).
Gambar 5. Salah satu dipindahkan ke tempat yang lebih besar.
Selanjutnya, kegiatan yang dapat diberikan kepada anak untuk mempercepatan pemahamannya terhadap hukum kekekalan materi adalah dengan menuangkan kembali air dari mangkok ke dalam bejana semula dan sebaliknya berkali-kali, sampai anak tersebut memahami hukum kekekalan materi.
3. Hukum Kekekalan Panjang (8 - 9 tahun)
Anak yang telah memahami hukum kekekalan panjang akan mengatakan bahwa panjang tali akan tetap meskipun tali itu dilengkungkan. Sedangkan anak yang belum memahami hukum kekekalan panjang akan mengatakan bahwa dua utas tali yang tadinya sama panjang waktu direntangkan, menjadi tidak sama panjang bila yang satunya dilengkungkan sedangkan yang satunya lagi tidak. Anak yang belum memahami hukum kekekalan panjang akan memperoleh kesulitan dalam mempelajari konsep pengukuran, terutama pengukuran panjang benda-benda yang tidak lurus. Hukum kekekalan panjang biasanya dipahami oleh anak pada usia sekitar 8 - 9 tahun. Selanjutnya untuk dapat mengetahui bahwa seorang anak sudah memahami hukum kekekalan panjang atau belum, guru dapat melakukan kegiatan sebagai berikut:
2
1
2
1
a.
Sediakan dua utas tali (kawat) yang besar dan panjangnya sama. Rentangkan kedua tali tersebut secara bersisihan (gambar 5). Kemudian tanyakan pada anak yang diselidiki, apakah kedua tali tersebut sama panjang? Pastikan bahwa anak akan memahami hukum tersebut, kalau kedua tali sama panjang.
1.
2.
Gambar 5. Dua tali direntangkan sama panjang
b.
Di hadapan anak tersebut, salah satu tali dilengkungkan atau dibengkok-bengkokkan (gambar 6). Kemudian ditanyakan kembali pada anak tersebut, apakah panjang kedua tali tetap sama atau menjadi tidak sama? Jika anak menjawab tidak sama, maka ia belum memahami hukum kekekalan panjang.
1.
2.
Gambar 6. Salah satu panjang tali dilengkungkan
Untuk mempercepat pemahaman anak terhadap hukum kekekalan panjang, kapadanya dapat diberikan kegiatan atau permainan merentangkan dua tali yang sama panjang, kemudian membengkokkan salah satu, tali tersebut lalu merentangkannya lagi untuk dibandingkan. Kegiatan ini hendaknya dilakukan berkali-kali sampai anak paham. Agar anak tidak menjadi bosan, tali dapat diganti dengan kawat atau benang atau rantai.
4. Hukum Kekekalan Luas (8 – 9 tahun)
Hukum kakakalan luas biasanya dipahami anak bersamaan dengan hukum kekekalan panjang, yaitu pada usia sekitar 8 - 9 tahun. Anak yang sudah memahami hukum kekekalan luas akan memahami bahwa luas daerah yang ditutupi suatu benda akan tetap sama meskipun letak bendanya diubah. Sedangkan anak yang belum memahami hukum kekekalan luas cenderung mengatakan bahwa luas daerah yang ditutupi 4 persegi kongruen yang diletakkan tersebar (tidak berimpit) lebih luas dari pada daerah yang ditutupi oleh 4 persegi kongruen yang diletakkan berimpitan (gambar 8). Anak yang belum memahami hukum kekekalan luas akan kesulitan belajar luasan suatu daerah. Misalnya, dalam menemukan rumus luas jajarangenjang yang diturunkan dari rumus luas persegi panjang.
Selanjutnya untuk memahami pengetahuan pemahaman hukum kekekalan luas dari seorang anak, dapat diberikan kegiatan sebagai berikut:
a. Siapkan 8 persegi yang kongruen, kemudian rangkaikan setiap 4 persegi menjadi suatu bangun persegi besar. Jadi ada dua persegi besar (gambar 7). Kemudian tanyakan pada anak yang diselidiki, apakah daerah yang ditutupi 2 persegi besar tersebut luasnya sama? Pastikan bahwa anak akan memahami hukum tersebut kalau menjawab luasnya, sama.
1. 2.
Gambar 7. Dua rangkaian 4 persegi yang sama.
b.
Di hadapan anak tersebut, sebarkanlah salah satu dari rangkaian empat persegi sehingga saling berjauhan (gambar 8). Kemudian tanyakan kembali pada anak tersebut, apakah daerah yang ditutupi empat persegi panjang kecil tetap sama luas? Jika anak menjawab tidak sama, maka anak tersebut belum memahami hukum kekekalan luas.
1. 2.
Gambar 8. Salah satu rangkaian diubah
Permainan Tangram atau Pancagram dapat diberikan pada awal untuk mempercepat pemahaman anak tersebut terhadap hukum kekekalan luas.
5. Hukum Kekekalan Berat (9 – 10 tahun)
Hukum kekekalan berat menyatakan bahwa berat suatu benda akan tetap meskipun bentuk, tempat, dan atau penimbangan benda tersebut berbeda. Pada umumnya anak akan memahami hukum kekekalan berat setelah berusia sekitar 9 – 10 tahun. Untuk mengetahui pemahaman hukum kekekalan berat pada anak, kapadanya dapat diberikan kegiatan sebagai berikut:
a.
Siapkan dua plastisin yang sama bentuk dan beratnya. Kemudian letakkan kedua plastisin tersebut pada suatu timbangan, satu di sisi kiri dan satunya lagi di sisi kanan (Gambar 9). Tunjukkan pada anak yang sedang diselidiki kalau kedua plastisin tersebut setimbang, dan tanyakan kepadanya, apakah kedua plastisin sama berat ? Pastikan bahwa anak akan memahami hukum tersebut kalau menjawabnya sama berat.
1 2
Gambar 9. Dua plastisin yang konkruen setimbang beratnya
b.
Di hadapan anak tersebut, salah satu plastisin diubah bentuknya. Misalnya, dibentuk menjadi lebih tipis tetapi melebar (gambar 10). Kemudian tanyakan kembali pada anak tersebut, apakah plastisin yang telah diubah bentuknya masih sama beratnya dengan plastisin semula? Jika anak menjawabnya tidak sama berat, maka dia belum memahami hukum kekekalan berat. Anak yang belum memahami hukum ini akan mengalami kesulitan jika mempelajari pengukuran berat, terutama saat mengubah satuan berat.
1 2
Gambar 10. Salah satu plastisin diubah bentuknya
6. Hukum Kekekalan Isi (14 – 15 tahun)
Hukum kekekalan isi menyatakan bahwa jika pada suatu bak atau bejana yang penuh dengan air dimasukan suatu benda, maka air yang ditumpahkan dari bak atau bejana tersebut sama dengan isi benda yang dimasukannya. Pada umumnya anak akan memahami hukum kekekalan isi pada usia sekitar 14 – 15 tahun atau mungkin sebelumnya. Untuk hukum kekekalan isi, karena pada umumnya belum dipahami pada anak SD, maka tidak dibahas lebih lanjut, dalam bahan ajar ini.
B. Permainan Interaktif untuk Belajar Matematika
Salah satu hal yang menyenangkan bagi anak didik di SD adalah permainan, karena dunia anak tidak lepas dari permainan. Menurut Monks (terjemahan Pitajeng, 2005) anak dan permainan merupakan dua pengertian yang hampir tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Hal ini berarti bahwa anak-anak tidak dapat dipisahkan dari permainan. Bagi anak, bermain merupakan kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan. Adalah merupakan suatu tindakan yang kejam dan tidak adil jika ada orang tua yang membebani anaknya dengan berbagai kegiatan belajar, les, atau kursus sampai anak kehilangan waktu bermainnya, meskipun dengan dalih untuk mempersiapkan masa depan anak. Padahal kenyataannya tidak anak saja yang suka bermain, remaja bahkan orang dewasa pun masih suka bermain. Oleh karena itu, sangatlah tidak bijaksana jika seseorang anak dijauhkan dari permainan atau dilarang untuk bermain. Permainan merupakan hal yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia, terutama anak-anak.
Menurut Ahmadi (dalam Firmanawaty, 2003), permainan adalah suatu perbuatan yang mengandung keasyikan dan dilakukan atas kehendak sendiri, bebas tanpa paksaan, dengan tujuan untuk mendapatkan kesenangan pada waktu melakukan kegiatan tersebut. Dengan demikian, jika seorang anak melakukan kegiatan dengan asyik, bebas, dan mendapat kesenangan pada waktu melakukan kegiatan tersebut, maka anak itu merasa sedang bermain-main. Jika pendapat ini diterapkan pada pembelajaran matematika, maka pembelajaran itu merupakan hal yang menyenangkan bagi anak.
Permainan interaktif merupakan suatu permainan yang dikemas dalam pembelajaran, sehingga anak didik menjadi aktif dan senang dalam belajar. Oleh karena itu, jika guru dapat mengemas permainan sebagai media maupun pendekatan dalam belajar matematika bagi anak, maka anak akan senang belajar matematika sehingga menjadi efektif untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal. Pada bagian tulusian ini, akan dibahas permainan matematika pada topik bilangan dan topik geometri. Mudah-mudahan melalui tulisan ini, Anda akan dapat merancang bagaimana mengemas pembelajaran matematika melalui permainan.
1. Bermain untuk Belajar Bilangan
Topik bilangan cacah dipelajari anak SD di semua kelas. Bilangan cacah merupakan pengertian abstrak, jadi masih membutuhkan bantuan benda-benda konkret untuk dapat berpikir secara abstrak. Agar anak dapat mengerti tentang bilangan cacah, maka untuk mempelajari konsep bilangan cacah maupun operasi dan relasinya membutuhkan bantuan manipulatif benda-benda konkret. Benda konkret dapat dikemas sebagai alat peraga atau alat permainan. Agar anak dapat belajar dengan senang, asyik, dan merasa bebas dalam memanipulatif benda-benda konkret tersebut, maka kepada anak dinyatakan bahwa dengan menggunakan alat atau permainan, mereka diajak bermain untuk belajar bilangan cacah. Karena umur maupun kemampuan mereka yang bertingkat, maka alat atau permainan yang dipakai maupun tingkat kesulitannya bertingkat pula.
Pada bagian ini akan dibahas kegiatan yang menyenangkan atau permainan yang digunakan bagi anak untuk belajar konsep bilangan cacah, konsep operasi bilangan cacah, FPB dan KPK, yaitu permainan memasang satu-satu.
Kegiatan permainan memasang satu-satu digunakan untuk membantu memahami anak terhadap konsep kekekalan bilangan, dan untuk membantu pemahaman anak terhadap relasi = (sama dengan), < (kurang dari/lebih sedikit), dan > (lebih dari/lebih banyak). Kegiatan ini diberikan di kelas satu SD. Kegiatan permainan ini banyak ragamnya, yang dapat dipakai untuk memahami bilangan maupun bangun –bangun geometri. Pada pembahasan ini hanya diambil beberapa contoh yang telah dimodifikasi sesuai dengan situasi dan kondisi anak di Indonesia.
a.
Alat atau Perangkat Permainan
•
Untuk kegiatan klasikal: papan flanel, kartu-kartu gambar, beberapa perangkat kartu bilangan dari 0 – 9, beberapa kartu relasi (=, <, >), serta potongan-potongan benang nilon.
•
Untuk kegiatan individual atau kelompok kecil: benda-benda konkret dan potongan-potongan lidi.
•
Untuk kegiatan memahaman konsep kekekalan bilangan: benda-benda konkret, gambar atau benda-benda di sekitar anak yang dapat berpasangan atau dapat berpasangan, misalnya buku dengan pensil, rok dengan blus, celana dengan hem, toples dengan tutupnya, ballpoint dengan tutupnya.
b. Cara membuat alat permainan
(1) Kartu gambar.
Buat gambar yang menarik pada kertas marmer (misalnya bintang) dengan ukuran diameter kira-kira 10 cm. guntinglah menurut gambarnya, kemudian butlah gambar yang sama (diblat) di kertas manila, kemudian digunting. Rekatkan ke dua gambar. Kemudian pada kertas manila direkatkan sepotong kain flanel atau spons tipis (lihat Gambar 11)
Kain fanel yang direkatkan
Kartu gambar dilihat dari depan Kartu gambar dilihat dari belakang
Gambar 11. Contoh kartu gambar untuk permainan berpasangan satu-satu.
(2) Kartu bilangan
Guntinglah kertas manila berbentuk persegi dengan ukuran 10 cm x 10 cm. Satu set kartu bilangan membutuhkan 10 persegi, untuk menunjukkan bilangan dari 0 sampai 9. Tulislah angka di kartu tersebut, dengan ukuran cukup besar dan jelas. Warna tulisan bilangan dengan warna kertas manila harus kontras (mencolok) sehingga anak didik dapat melihat dengan jelas bilangan yang dimaksud. Di belakang kertas manila direkatkan sepotong kain flanel ( Gambar 12)
Kain flanel
Kartu bilangan dilihat dari depan Kartu bilangan dilihat dari belakang.
Gambar 12. Contoh kartu bilangan untuk permainan berpasangan satu-satu.
(3) Kartu relasi bilangan
Untuk membuat kartu relasi guntinglah kertas manila berbentuk persegi dengan ukuran ( 10 x 10 ) cm. satu set kartu relasi membutuhkan 3 persegi yang masing-masing untuk menyatakan =, <, dan >, perlu diingat bahwa warna tulisan relasi dengan warna kertas manila harus kontras (mencolok) sehigga anak didik dapat melihat dengan jelas relasi yang dimaksud. Di belakang kertas manila direkatkan sepotong kain flanel.
c. Cara Menggunakan
(1) Kegiatan untuk memahami relasi =, <, dan > secara klasikal
Tempelkanlah dua kelompok benda pada papan flanel. Mintalah anak untuk menghubungkan setiap satu benda di kelompok kesatu dengan satu saja benda di kelompok kedua dengan benang nilon sampai semua yang dapat berpasangan sudah dipasangkan, seperti yang terlihat pada Gambar 13. Kemudian menempelkan kartu bilangan dan relasi yang sesuai di bawah gambar yang telah dipasangkan satu-satu.
Gambar 13. Contoh permainan memasangkan satu-satu
Agar permainan menjadi seru dan menantang bagi anak, dapat dilakukan secara kelompok yang beranggotakan 3 atau 4 anak, dan dipertandingkan untuk memasangkan gambar dengan cepat dan benar. Untuk itu disediakan pasangan kelompok benda (gambar) yang anggotanya akan dipasang satu-satu sebanyak kelompok yang akan bertanding. Anggota kelompok secara bergantian memasangan satu-satu, kemudian menempelkan kartu bilangan dan relasi yang sesuai. Kelompok yang tercepat dan benar, itu yang menang.
2. Permainan Operasi Hitung
a. Permainan Operasi Penjumlahan
Ada dua teknik menjumlahkan. Jika hasil penjumlahan kurang atau sama dengan 10, maka penjumlahan dapat dilakukan secara langsung dengan cara menjumlahkan suku-sukunya. Jika hasil penjumlahan lebih dari 10, maka penjumlahan suku-sukunya dilakukan dengan teknik “menyimpan”
Permainan “menyimpan dan menjumlahkan” berikut memberikan kemudahan mengajarkan operasi penjumlahan.
Tujuan :
Memperlihatkan bentuk nyata penjumlahan dengan teknik menyimpan sekaligus menjelaskan langkah-langkah sistematis penyelesaian kalimat penjumlahan.
Langkah-langkah permainan:
1.
Sediakan kantong kain/kantong plastik/kantong dari katon.
2.
Sediakan kartu kecil merah untuk puluhan dan kartu kecil putih untuk satuan.
3.
Mintalah anak mengerjakan 19 + 27.
4.
Mintalah anak menyatukan 9 dan 7 buah kartu putih dan mintalah anak menghitung jumlahnya (jawaban : 16).
5.
Mintalah anak menggantikan 10 kartu putih dari 16 kartu putih dengan satu kartu merah.
6.
Mintalah anak memasukan kartu merah tersebut ke kantong puluhan dan masukan sisa 6 kartu putih ke kantongan satuan.
7.
Mintalah anak menghitung total kartu merah, yaitu 1 + 2 + 1 = 4. Terangkanlah bahwa nilai empat kartu merah tersebut adalah 40.
8.
Mintalah anak untuk menjumlahkan hasilnya, yaitu 40 + 6 = 46.
b.
Permainan Operasi Pengurangan
Ikutilah permainan berikut ini untuk memudahkan anak belajar operasi pengurangan dengan teknik meminjam.
Permainan “menukar dan mengurangkan”
Tujuan:
Memperlihatkan bentuk nyata pengurangan dengan teknik meminjam sekaligus memperlihatkan langkah-langkah sistematis penyelesaian kalimat pengurangan.
Langlah-langkah permainan:
1. Mintalah anak untuk mengurangkan 57 – 28
2.
Terangkan karena 7 tidak bisa dikurangi 8 maka ambil 1 kartu merah dan tukar dengan 10 kartu putih sehingga total kartu putih 7 + 10 = 17. Selanjutnya, 17 dikurangi 8 menghasilkan 9. Karena dipinjam 1 maka sisa kartu merah menjadi = 4. Selanjutnya, 4 – 2 = 2 (terangkan bahwa membacanya 20 karena nilainya puluhan)
3.
Mintalah anak menjumlahkan hasilnya, yaitu 20 + 9 = 29.
4.
Perluas contoh permainannya sampai ke bilangan ratusan dan seterusnya.
c.
Permainan Operasi Perkalian
Ikutilah permainan berikut ini untuk melatih anak belajar perkalian dan kelipatan.
Permainan “permen perkalian”
Tujuan: Menjelaskan makna perkalian.
Langkah-langkah permainan:
1.
Berikan masing-masing 2 buah permen kepada 3 orang anak.
2.
Tanyakan berapakah jumlah total permen yang telah diberikan kepada ketiga anak tersebut.
3.
Terangkan bahwa hasilnya merupakan perkalian 2 dengan 3, yaitu 6.
Perkalian merupakan penjumlahan berulang, misalnya 2 + 2+ 2 atau bentuk lain 3 x 2. Pada kalimat 3 x 2 = 6, 3 dan 2 disebut faktor dari 6, sedangkan 6 merupakan hasil perkalian 2 dan 3.
d.
Permainan Operasi Pembagian
Permainan berikut ini mempermudah anak memahami operasi pembagian.
Permainan “permen pembagian”
Tujuan : Menjelaskan makna pembagian
Langkah-langkah:
1.
Perlihatkan 6 permen di tangan.
2.
Bagikan secara merata 3 permen – 3 permen kepada beberapa anak sampai permen habis.
3.
Tanyakan berapa anakkahyang akan mendapat permen.
4.
Terangkan bahwa hasilnya merupakan pembagian 6 dengan 3, yaitu 2.
5.
tanamkanlah pada anak bahwa 6 : 3 = 6 – 3 – 3.
Ulangi permainan “permen perkalian dan pembagian” ini sehingga anak mengerti betul makna perkalian dan pembagian serta hubungan keduanya dengan contoh lain.
3. Permainan Dakon Bilangan
(1). Fungsi Permainan
Alat peraga “dakon bilangan” dapat dipakai untuk membantu anak belajar konsep bilangan prima dan menentukan bilangan prima, menentukan faktor-faktor pembagi suatu bilangan, menentukan kelipatan suatu bilangan, menentukan faktor persekutuan atau kelipatan persekutuan dua bilangan atau lebih, serta mencari FPB dan KPK dari dua bilangan atau lebih. Untuk anak kelas satu SD, permainan dakon bilangan dapat dipakai untuk membantu membilang loncat.
(2). Alat permainan
Permainan dakon bilangan terdiri atas papan dakon, manik-manik warna-warni, serta tutup lubang dakon
`
Gambar 14. Papan dakon dan tutup lubang dakon
(3). Cara menggunakan
(1) Membilang loncat
1
Kegiatan permainan dakon untuk membilang loncat bagi anak SD kelas I menggunakan bilangan sampai 20. Caranya sebagai berikut: siapkan alat permainan dakon, dengan satu warna manik-manik. Misalnya untuk membilang loncat dua, anak diminta membilang lubang dakon, dengan aturan mengucapkan bilangannya dengan suara berseling: satu (dengan pelan), dua (dengan keras), tiga (dengan pelan), empat (dengan keras), demikian seterusnya. Pada saat mengucapkan bilangan dengan keras, anak memasukan manik-manik k dalam lubang (gambar 15 atas). Langkah selanjutnya, mintalah anak menutup lubang dakon dengan bilangan yang sesuai, dan menyebutkan dengan keras bilangan yang ditutup saja (gambar 15 bawah).
(2) Kelipatan
Kegiatan permainan dakon untuk mencari kelipatan suatu bilangan hampir sama seperti kegiatan membilang loncat. Kegiatan awalnya tidak dimulai dengan membilang, tetapi anak memasukan manik-manik pada lubang bilangan seperti pada membilang loncat. Oleh karena itu, anak harus sudah mahir membilang loncat, atau penjumlahan berulang. Bilangan yang dipakai lebih besar dari 20, sesuai dengan besarnya pengenalan anak terhadap bilangan.
(3) Faktor-faktor pembagi
Untuk melakukan kegiatan ini, anak harus sudah menguasai perkalian dan pembagian. Sebagai contoh, kegiatan untuk menentukan faktor-faktor pembagi 6. Ambil satu macam warna manik-manik. Tanyakan pada anak, apakah 6 habis dibagi 1, dan 6 habis dibagi 6, minta anak memasukan manik-manik pada lubangan bilangan 1 dan 6. Lanjutkan kegiatan dengan pertanyaan untuk 6 : 2 dan hasilnya; diperoleh 6 habis dibagi 2, dan 6 juga habis dibagi 3. Anak diminta memasukan manik-manik ke lubang 2 dan 3. Anak diminta untuk menutup lubang dakon yang ada manik-maniknya dengan tutup yang sesuai. Beri informasi bahwa 1, 2, 3, dan 6 disebut faktor-faktor pembagi 6.
(4) Faktor persekutuan terbesar (FPB)
Untuk melakukan kegiatan bagi topik faktor persekutuan terbesar (FPB), anak harus sudah mengusai faktor bilangan. Perhatikan contoh kegiatan untuk menentukan FPB bilangan 8 dan 12 berikut ini. Siapkan perangkat permainan dakon dengan dua warna manik-manik. Buatlah kesepakatan dengan anak, misalnya hijau untuk faktor 8, dan coklat untuk faktor 12. Seperti pada kegiatan menentukan faktor-faktor pembagi bilangan, mintalah anak untuk memasukan manik-manik hijau ke lubang dakon bilangan yang merupakan faktor dari 8 (1, 2, 4, dan 8), dan memasukan manik-manik coklat ke lubang dakon bilangan yang merupakan faktor 12 (yaitu 1, 2, 3, 4, 6, dan 12). Akan terlihat ada lubang dakon yang mendapat dua manik-manik (yaitu 1, 2, dan 4). Anak diberi informasi bahwa bilangan yang mendapat dua manik-manik disebut faktor persekutuan 8 dengan 12, karena merupakan faktor 8 sekaligus faktor 12. mintalah anak menutup lubang yang merupakan faktor persekutuan tersebut dengan tutup yang sesuai. Tampak bahwa bilangan 4 merupakan faktor persekutuan yang terbesar, sehingga dapat diambil simpulan bahwa FPB dri 8 dan 12 adalah 4.
(5) Kelipatan persekutuan terkecil (KPK)
Syarat melakukan kegiatan permainan untuk topik kelipatan persekutuan terkecil (KPK) adalah anak harus sudah menguasai kelibatan bilangan. Berikut ini merupakan contoh kegiatan untuk menentukan KPK dari bilangan 3 dan 4. Siapkan perangkat permainan dakon dengan dua warna manik-manik, misalnya warna merah untuk kelipatan 3, dan hijau untuk kelipatan 4. Anak diminta untuk memasukan manik-manik merah ke setiap lubangan bilangan kelipatan 3 (yaitu 3, 6, 9, 12, dan seterusnya), serta manik-manik hijau ke setiap lubangan bilangan kelipatan 4 (yaitu 4, 8, 12, 16, 20, dan seterusnya). Akan terlihat ada lubangan bilangan yang mendapat 2 manik-manik (yaitu 12, 24, 36, dan seterusnya).
Dengan tanya jawab, berikan informasi bahwa bilangan yang mendapat 2 manik-manik merupakan kelipatan persekutuan dari 3 dan 4, karena merupakan kelipatan 3 sekaligus kelipatan 4. Selanjutnya anak diminta untuk menutup lubang dakon bilangan yang merupakan kelipatan persekutuan tersebut dengan tutup yang sesuai. Akan terlihat bahwa 12 merupakan kelipatan persekutuan yang terkecil, sehingga dikatakan bahwa KPK dari 3 dan 4 adalah 12.
4. Permainan Tangram dan Pancagram
(1). Fungsi permainan
Menurut Wirasto (1983), perminan tangram mini memiliki nilai didik yang tinggi untuk anak SD, karena dengan permainan tersebut anak menjadi aktif (menggunting, menyusun, dan menggambar bangun geometri datar, memperdalam memahaman bentuk-bentuk dan struktur geometri datar, memperdalam pengertian luas, dan melakukan eksplorasi hingga meningkatkan kreatifitasnya.
Atas dasar pernyataan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa permainan tangram dan tangram mini (pancagram) sangat berguna bagi anak SD terhadap pengenalan dan pemahaman pada bangun-bangun geometri datar.
Menyesuaikan dengan kurikulum 2006 (KTSP), permainan tangram mini atau tangram dapat diberikan di kelas I sampai dengan kelas V, dengan kegiatan dan masalah yang berbeda, disesuaikan dengan komptensi dasar, hasil belajar, serta indikator.
(2). Alat permainan
a.
Pancagram (Tangram mini)
Menurut Wirasto (1983b), ada 2 macam pancagram yaitu yang dibuat berasarkan persegi dan persegi panjang.
Pancagram dari persegi Pancagram dari persegipanjang
Gambar 16. Pancagram
Untuk membuat pancagram, lakukan dengan cara seperti berikut ini. Gambarlah persegi dengan ukuran (8 x 8) cm, atau persegipanjang dengan ukuran (8 x 12) cm, atau dengan ukuran dikehendaki. Kemudian bagilah bangun persegi atau persegi panjang menjadi lima bagian seperti pada Gambar 16. Garis pembagi harus melalui titik-titik tengah penggal garis yang dilewati. Maka akan terbentuk 5 bangun-bangun datar seperti pada Gambar 16. Agar menarik, berilah warna yang berbeda pada setiap bangun yang berbeda bentuk dan ukurannya. Kemudian bangun-bangun tersebut dipotong menurut sisinya.
b.
Tangram
Untuk membuat tangram, caranya seperti berikut ini. Gambarlah persegi denan ukuran (10 x 10) cm pada ketas manila atau karton atau triplek. Bagilah menjadi 7 bagian gambar di samping. Setiap garis pembagi harus melalui titik tengah penggal garis yang dilewati. Agar menarik, berilah warna yang berbeda pada setiap bangun yang berbeda bentuk atau ukurannya. Selanjutnya dipotong menurut garis sisi bangunnya (Gambar 17).
Untuk menggunakan tangram maupun pancagram adalah sama, yaitu menyusun bangun geometri dari potongannya, tetapi tingkat kesulitan masalah yang diajukan pada permainan dibedakan, disesuaikan dengan tingkat kelas dan tingkat kemampuan anak.
Gambar 17. Tangram
Latihan
Untuk memantapkan pemahaman Anda terhadap materi di atas, coba kerjakan latihan di bawah ini!
1.
Berikan masing-masing satu contoh hukum kekekalan!
2.
Jelaskan manfaat menerapkan permainan interaktif dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar!
3.
Jelaskan keterkaitan macam-macam permainan pada uraian materi di atas dengan teori belajar Dienes!
Petunjuk Jawaban Latihan
1.
Untuk membuat contoh, baca kembali macam-macam hukum kekekalan.
2.
Cermati macam-macam permainan interaktif agar Anda lebih mudah memahami manfaatnya.
3.
Sebagai rujukan, Anda dapat juga menggunakan konsep dasar teori belajar Dienes sebagai referensi.
Rangkuman
Penerapan teori belajar Dienes dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar didasari oleh enam tahap perkembangan belajar anak yang disebut dengan hukum kekekalan, yaitu (1) hukum kekekalan bilangan , (2) hukum kekekalan materi, (3) hukum kekekalan panjang, (4) hukum kekekalan luas, (5) hukum kekekalan berat, dan (6) hukum kekekalan isi.
Teori Dienes sebagian besar diterapkan dalam bentuk permainan interaktif yang dikemas dalam pembelajaran, sehingga anak didik menjadi aktif dan senang dalam belajar. Secara umum ada tiga macam bentuk permainan interaktif ini, yaitu permainan bilangan, permainan operasi hitung, dan permainan geometri (tangram)
Tes Formatif 2
Untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi ini, jawablah soal - soal tes formatif 2.
Pilih satu jawaban yang Anda anggap paling tepat!
1. Manfaat teori perkembangan tahap berpikir anak didik di dalam penerapan teori belajar Dienes adalah untuk ....
A. menentukan materi pembelajaran
B. menentukan tujuan pembelajaran
C. menentukan strategi pembelajara
D. menentukan media pembelajaran
2.
Kronologis perkembangan anak didik yang sesuai dengan konsep kekekalan adalah ....
A. bilangan, panjang, isi, berat
B. materi, bilangan, berat, luas
C. materi, bilangan, luas, panjang
D. bilangan, luas, berat, isi
3.
Konsep kekekalan isi biasanya telah dimiliki anak pada usia ....
A. 8 – 9 tahun
B. 9 – 10 tahun
C. 13 – 14 tahun
D. 14 – 15 tahun
4.
Agar anak dapat menghitung dengan baik, maka ia harus terlebih dahulu memiliki konsep kekekalan....
A. bilangan
B. materi
C. panjang
D. berat
5.
Tujuan kegiatan memasangkan bilangan dan relasinya untuk anak SD adalah untuk menanamkan konsep ....
A. penjumlahan bilangan
B. pengurangan bilangan
C. relasi bilangan
D. kardinal bilangan
6.
Dalam permainan bilangan, peralatan yang digunakan adalah ....
A. manik-manik
B. tangram
C. kartu relasi
D. kalkulator
7.
Permainan dakon bilangan sangat sesuai untuk mengenalkan konsep ....
A. relasi bilangan
B. bilangan genap
C. bilangan ganjil
D. bilangan prima
8.
Permainan yang sesuai untuk pembelajaran konsep KPK dan FPB adalah ....
A. permainan memasang satu-satu
B. permainan dakon bilangan
C. permainan tangram
D. permainan permen
9.
Permainan tangram sangat sesuai untuk pengenalan ....
A. struktur bangun datar
B. struktur bangun ruang
C. keliling bangun datar
D. volum bangun ruang
10.
Tangram jajargenjang sangat sesuai digunakan untuk membuktikan rumus ....
A. luas persegi panjang
B. luas persegi
C. luas segitiga
D. luas jajargenjang
Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang terdapat pada bagian akhir Unit ini. Hitunglah jawaban Anda yang benar. Gunakanlah rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Sub unit 2.
Rumus:
Jumlah Jawaban Anda yang Benar
Tingkat Penguasaan = x 100%
10
Arti tingkat penguasaan yang Anda capai:
90% − 100% = baik sekali
80% − 89% = baik
70% − 79% = cukup
< 70% = kurang
Bila Anda mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat melanjutkan dengan unit berikutnya. Selamat untuk Anda ! Tetapi apabila tingkat penguasaan Anda masih di bawah 80%, Anda harus mempelajari kembali Sub unit 2 terutama bagian yang belum Anda kuasai.
Kunci Jawaban Tes Formatif
Tes Formatif 1
1. D 2. B 3. A 4. C 5. B 6. D 7. A 8. C 9. C 10. A | Jelas Usia anak tahap perkembangan pra-opearsional adalah 7 – 12 tahun Karena masih berpikir kongkret Bukan merupakan syarat di dalam PAKEM Sesuai dengan hakikat teori belajar Dienes A, B, dan C bukan alasan utama Sesuai dengan karakteristik tahap permainan representasi Sesuai dengan karakteristik tahap permainan menggunakan aturan Sesuai dengan karakteristik permainan dengan simbolisasi B, C, dan D bukan pertimbangan utama |
Tes Formatif 2:
1. C 2. B 3. D 4. A 5. C 6. C 7. D 8. B 9. A 10. C | A, B, dan D tidak terlalu terkait dengan tahap perkembangan berpikir di dalam teori Dienes Sesuai dengan hukum kekekalan Konsep ini merupakan konsep yang paling tinggi Jelas Jelas A dan B untuk permainan dakon, sedangakan D tidak tepat untuk permainan A, B, dan C untuk mengenalkan permainan bilangan A, C, dan D tidak tepat digunakan Sesuai dengan karakteristik permainan tangram Luas segitiga diperoleh dari luas jajargenjang |
Daftar Pustaka
Bell, F.H. 1981. Teaching and Learning Mathematics (In Secondary Schools). Wm.C. Brown Company, Dubuque, IOWA.
Hudoyo, Herman. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud.
Pitajeng. 2006. Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan. Jakarta:Depdiknas.
Ruseffendi. 1992. Materi Pokok Matematika 3. Jakarta: Depdikbud.
Siswono, Tatag TE. 2004. Pendekatan Pembelajaran Matematika. Jakarta: Despdiknas.
Sutan, Firmanawaty. 2003. Mahir Matematika Melalui Permainan. Bogor: Puspa Swara.
Wirasto. 1983a. Didaktik Matematika: Pelajaran Geometri Jilid 1. YogyakartaDepdikbud.
______. 1983b. Memanfaatkan Tangram dan Tangram Mini dalam Pelajaran Geometri di SD. Yogyakarta: Depdikbud.
Glosarium
Permainan Interakif : adalah suatu permainan yang dikemas
dalam pembelajaran, sehingga anak didik
menjadi aktif dan senang dalam belajar
Pakem : adalah Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif,
dan Menyenangkan
Dakon Bilangan : adalah permainan yang dikembangkan
khusus mengenalkan operasi hitung yang
berkaitan dengan bilangan prima
Tangram : adalah permainan yang dikembangkan
untuk pembelajaran geometri datar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar